Saat berkunjung ke sebuah lokasi di Desa Losari, bau menyengat lelehan plastik dan kepulan asap keluar dari mesin pemanas di rumah produksi daur ulang plastik Anang Sutanto.
Satu orang pekerja tampak asyik memasukkan potongan plastik ke mesin pemanas yang kemudian ia lelehkan dan menghasilkan olahan plastik baru. Hasil lelehan plastik yang didinginkan berbentuk kecil memanjang ini mereka sebut dengan “mie”. Karena bentuknya yang panjang dan kecil menyerupai mie.
Sedangkan dua orang lain tengah membenahi mesin cacah yang rusak. Mereka tampak santai dan sama sekali tak memakai alat pelindung diri apapun. “Tapi harus kita benahi mesin ini. Kudu produksi tiap hari, agar tak rugi,” ujar lelaki berusia 57 tahun ini, Senin (6/2).
Setelah plastik dilelehkan, menghasilkan bentuk baru berupa “mie”. Selanjutnya akan dicacah menjadi potongan kecil-kecil.
Plastik hasil daur ulang menjadi hasil akhir yang ia jual ke beberapa pelanggan tetapnya, seperti pabrik mainan hingga houseware.
Daur Ulang Plastik Hasilkan Rupiah
Anang biasa membeli, menerima jasa untuk daur ulang plastik hingga kerja sama dengan pengepul dan beberapa industri. Beberapa waktu lalu bahkan ia pernah bekerja sama dengan PT Unilever untuk mendaur ulang kemasannya.
“Tapi sekarang sudah tidak. Sekarang lebih ke pengepul-pengepul di Mojokerto sini,” kata lelaki yang menggeluti usaha daur ulang plastik sejak tahun 2004.
Untuk kisaran harga, ia biasa membeli dari pengepul minimal Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kilogram bergantung jenis dan kondisi plastik. Sedangkan harga tertinggi yakni Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per kilogram untuk PE. “Kalau PET lebih murah,” kata dia.
Sementara, ia bisa menjual bijih plastik daur ulang ini paling rendah Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per kilogram, bergantung jenis plastiknya. Dalam sehari, ia mampu memproduksi 1,8 hingga 2 ton. Hasilnya ia jual ke pabrik, seperti houseware hingga pabrik mainan anak-anak.
Anang menggunakan tenaga listrik 40.000 kilo Volt Ampere (kVA) untuk menjalankan dua mesin besarnya tersebut. Awalnya, ia menggunakan gas LPG untuk proses pemanasan, tapi karena lebih boros akhirnya ia beralih ke listrik.
Pada tahap awal, ia harus memastikan bahwa semua jenis plastiknya dalam kondisi bersih. Selain berkondisi bersih, jenis plastik juga menentukan harga jual. Hal ini berpengaruh pada proses pengolahannya.
Beda Jenis Plastik, Beda Suhu Pemanas
Berbagai macam jenis plastik ia daur ulang, di antaranya Low-density Polyethylene (LDPE), Polyethylene (PE), High-density Polyethylene (HDPE) hingga Polyethylene Terephthalate (PET).
Lelaki dua anak ini menyebut, suhu dalam pengolahan plastik-plastik tersebut berbeda-beda, yakni antara 50-100 derajat Celcius sesuai jenis plastiknya.
“Untuk PE itu agak tinggi pemanasannya, jadi harus kita atur,” ujar alumni jurusan Pemasaran Universitas Putra Bangsa ini.
Menurut Anang, solusi ini merupakan langkah terbaik untuk menuntaskan permasalahan sampah plastik di lingkungannya. Ia berharap adanya kerja sama dengan pihak desa, seperti BUMDES untuk mensosialisasikan rumah daur ulang ini ke masyarakat.
Tujuannya tak lain untuk mendorong ekonomi masyarakat sekitar dan mengoptimalkan pengumpulan sampah plastik.
“Sampah (plastik) dari rumah tangga itu banyak. Saya sanggup mengajar caranya, lalu pihak BUMDES sosialisasi ke masyarakat. Karena ada nilai jualnya ini,” imbuhnya.
Penulis: Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin