“ Jakarta akan tenggelam 2100” ungkap Armi Susandi, Wakil Ketua Kelompok Kerja Adaptasi di Dewan Nasional Perubahan Iklim. Dan tak hanya ibukota yang terancam, pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir juga teramalkan bernasib serupa. ”90.260 km² wilayah Indonesia pada tahun itu akan hilang secara permanen,” tambahnya ”Dan dengan kondisi seperti sekarang, mungkin akan terjadi lebih cepat dari itu.”
Oleh: Baihaqi | Foto oleh: Sandi Jaya Saputra | Artikel ini diterbitkan pada edisi 03 Vol. 4 Tahun 2009
Model iklim dari para ahli menunjukkan gambaran buruk tentang masa depan negara kepulauan. Dan prosesnya telah dimulai dari jauh hari. Ketika aktivitas manusia yang tak tertahankan menjadikan bumi begitu berdaki. Dan pemanasan global menjadi begitu nyata; senyata cuaca yang tak terprediksi dan senyata banjir-banjir yang semakin meluas. Tapi ini hanya awal bagi bencana yang lebih besar, bila perubahan gagal disikapi dengan benar.
Tahun ini di awali oleh kebingungan para nelayan menghadapi pergeseran musim angin barat dan kenaikan ombak. Banyak nelayan yang tak bisa melaut, seperti yang terjadi Kecamatan Paciran, Lamongan, pesisir utara Jawa Timur, Ribuan nelayan kehilangan mata pencahariannya. Ratusan kapal ijon-ijon menambat jangkar di sekitar dermaga Brondong.
Pemandangan ini biasa bagi mereka bila musim angin barat (baratan) tiba. Namun menjadi tak biasa karena musim ombak besar ini lebih betah dibanding sebelumnya. Selama tiga bulan dari Desember hingga Maret nelayan berada dalam ketidakpastian. “Padahal biasanya cuma satu bulan” Ujar Ir. Sudarlin (43), Ketua Rukun Nelayan Kelurahan Blimbing Satu bulan ketika pergantian tahun. Dari Desember hingga Januari.
Nelayan adalah profesi yang sangat tergantung pada cuaca. Indonesia diketahui sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, yang sekitar 60 persen penduduknya berada di wilayah pesisir.Dan mayoritas dari mereka adalah nelayan. Berbagai implikasi dari perubahan iklim telah berakibat langsung bagi penduduk pesisir. Yang sering terlihat adalah kenaikan paras muka air laut yang menyebabkan banjir rob kawasan pesisir. Selain itu, perubahan pola angin menyebabkan frekuensi dan intensitas angin besar (badai) semakin meningkat.
Di pesisir selatan Jawa, saya berbincang dengan Rusim (57), Ketua Rukun Nelayan Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat, ia mengeluhkan jumlah tangkapan yang menurun. Dengan perahu berukuran kecil, nelayan di wilayah wisata ini mulai kesulitan mengejar habitat ikan yang mulai menjauh. ”Entah ini karena iklim atau karena perilaku nelayan dalam menangkap yang tak arif sehingga habitat ikan rusak.” Perubahan iklim yang terjadi memang belum terlalu terasa oleh pihak nelayan. Karena efeknya yang sedikit demi sedikit. Tak langsung menghantam segarang Tsunami, tapi berkembang sunyi layaknya sel kanker.
“Berbagai implikasi dari perubahan iklim telah berakibat langsung bagi penduduk pesisir.”