Jakarta (Greeners) – Badan Pengawas Tenaga Nulir (Bapeten) menemukan paparan radioaktif jenis Cesium 137 (Cs-137) di permukiman warga di kawasan Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang. Temuan tersebut diperoleh saat Bapeten memantau secara rutin kadar radioaktif di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Badan Tenaga Nuklir Indonesia (Batan) menyebut seharusnya tidak ada aktivitas penggunaan radioaktif atau tempat pemanfaatan layanan nuklir di sekitar permukiman.
Kepala Bagian Komunikasi Publik dan Protokol Bapeten, Abdul Qohhar Tegur mengatakan, dari hasil pengerukan tanah secara permanen, didapatkan sekitar 50 drum berkapasitas 100 liter yang dibawa ke Batan. Ia menuturkan kesehatan warga di sekitar wilayah kontaminan juga diperiksa menggunakan Whole Body Counter (WBC) untuk mengetahui paparan radiasi.
Baca juga: Alat Pendeteksi Komposisi Polutan Dengan Teknik Analisis Nuklir
“Kita fokus pada clean up selama 20 hari dengan mengambil tanah dan sumber pencemaran sampai area kembali pada batas ambang normal atau mendekati normal. Setelah itu baru proses investigasi sumber asal. Sabtu kemarin (15/2), polisi sudah mulai menginvestigasi, tapi kalau dari kami belum secara resmi memulai investigasinya. Saat ini, pimpinan memerintahkan melakukan pendataan pengguna Cecium 137 di seluruh indonesia, untuk keperluan apapun,” ujar Abdul Qohhar Teguh, melalui sambungan telepon, Senin (17/02/2020).
Cs-137 biasanya digunakan dalam perangkat terapi radiasi medis untuk mengobati kanker, pendeteksi aliran cairan melalui pipa. Sementara pada perangkat industri lain, Cesium dimanfaatkan untuk mengukur ketebalan bahan, seperti kertas, film fotografi, atau lembaran logam. Batan menyebut sifat Cs-137 mudah larut dalam air dan berbentuk kepingan padat sehingga jika terkena hujan akan mudah mengontaminasi area sekitarnya.
Djarot S. Wisnubroto, Peneliti Senior Batan Bidang Limbah Radioaktif mengatakan bahwa limbah radioaktif Cs-137 di Perumahan Batan untuk memastikan sumber limbah tersebut dapat menggunakan database di Bapeten. Karena setiap penggunaan zat radioaktif harus mendapatkan izin dari instansi tersebut. Menurut Djarot, sumber limbah radioaktif tersebut dapat disengaja atau tidak dibuang ke permukiman warga. Hingga kini penemuan limbah tersebut masih diinvestigasi oleh Batan dan Bapeten.
“Cs-137 yang di Perumahan Batan Indah itu radiasinya relatif rendah. Dampaknya kemungkinan ringan atau tidak ada. Radiasi latar atau background lingkungan normal sampai sekitar 0,2 mikro Sv/jam dan radiasi yang berada di perumahan mencapai 20-30 mikro Sv/jam,” ujar Djarot.
Baca juga: Baterai ‘Berlian’ dari Sampah Nuklir
Djarot menuturkan, secara umum seluruh zat radioaktif berbahaya dan memiliki sifat merusak tubuh. Sementara, lokasi antara area limbah radioaktif dengan lokasi permukiman warga berjarak 100 meter. “Selama mereka (warga) yang termasuk ke daerah terkontaminasi, ya aman. Karena paparannya skala mikro sv,” kata dia.
Sejak tahun 1980-an, kawasan Serpong menjadi tempat instalasi nuklir. Kini wilayah tersebut bernama Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) yang menaungi banyak institusi termasuk Batan. Di dalam area tersebut terdapat kawasan nuklir Serpong yang digunakan untuk beberapa fasilitas nuklir milik Batan. Salah satunya ialah Reaktor Serba Guna G. A Siwabessy (RSG-GAS) yang dibangun pada tahun 1986.
Kegiatan yang dilakukan di RSG-GAS meliputi penelitian, produksi isotop untuk bidang industri hingga kesehatan, tes maupun uji material, percobaan ilmu pengetahuan, dan lainnya. Saat ini Batan memiliki tiga reaktor yang berada di Serpong, Tangerang, Bandung, dan Jogjakarta.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani