Jakarta (Greeners) – Indonesia belum bisa menyampaikan capaian Aichi Biodiversity Target (target global untuk mengurangi laju kehilangan keanekaragaman hayati, Red.) pada Pertemuan Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati (Conference of the Party UN Convention of Biological Diversity/COP CBD) yang kembali digelar untuk tahun ke-13 di Moon Palace Cancun, Quintana Roo, Mexico, Desember 2016 lalu.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Enny Sudarmonowati mengatakan bahwa Indonesia memang menyampaikan pembahasan terkait Aichi Target pada konvensi tersebut, namun sayangnya, capaian yang dihasilkan oleh Indonesia masih lemah sehingga tidak bisa menonjol atau menarik perhatian para negara peserta konvensi yang lain.
“Pembahasan tentang Aichi Target ini sudah kita lakukan sejak lama, tapi kok itu yang tadi saya bilang, Indonesia kok enggak menonjol di sana. Ternyata memang data kita itu kurang. Indonesia itu harus kita akui lemah jika menyangkut data.”
BACA JUGA: Indonesia Kembali Kirimkan Delegasi di COP CBD Ke 13
Saat ini, katanya, Indonesia akan mulai melakukan sinkronisasi dengan membangun basis data yang pasti terkait pencapaian Aichi Target. Hal ini diperlukan karena menurutnya, yang terjadi sekarang adalah banyaknya perbedaan data dari beberapa lembaga, kementerian maupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang berfokus pada isu tersebut.
Kerugian dari lemahnya pembahasan pencapaian Aichi Target ini pun diakuinya membuat Indonesia menjadi negara yang tidak dijadikan model oleh para negara peserta lainnya. Oleh karena itu, terusnya, perlu adanya sistem pengumpulan data yang terstruktur dengan melakukan beberapa kali pertemuan bersama pemangku kepentingan terkait.
“Ini harus kita kejar karena ternyata sudah banyak pencapaian yang kita sudah capai, hanya belum dicocokkan saja datanya agar Indonesia bisa menjadi model country pada COP CBD 14 nanti,” tambahnya.
Arief Yuwono, Staf Ahli Menteri Bidang Energi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang juga pimpinan delegasi Indonesia pada pertemuan tersebut pun mengaku akan mulai mendorong seluruh pihak terkait agar Aichi Target dapat tercapai, khususnya di kementerian dan lembaga yang memang menjadi fokus pembahasan.
“Ambil contoh kalau kita lihat dari beberapa kawan-kawan di climate change, mungkin karena mereka punya RAN-GRK (Rencana Aksi Nasional-Gas Rumah Kaca), sekarang juga punya NDC (National Determined Contribution). Nah itu kan sangat jelas. Kenapa kita enggak pakai Aichi Target untuk 17 persen kawasan (darat) di 2020 dan ada 20 langkah penerapannya walaupun sebetulnya sudah ada yang berjalan juga. Jadi menurut saya, idenya bukan memproduksi sesuatu yang baru, tapi mengkonfirmasi sesuatu yang sudah berjalan agar juga bisa sinergi,” tuturnya.
BACA JUGA: Indonesia Tidak Memiliki Data Pasti Keanekaragaman Hayati Laut
Terkait lemahnya data di Indonesia, Deputi II, Kantor Staf Presiden (KSP), Yanuar Nugroho pun memberikan contoh kelemahan penggunaan data pada isu perubahan iklim. Ia menyatakan, meskipun beberapa provinsi memiliki porsi tanggung jawab yang besar dalam target penurunan emisi, sayangnya sedikit sekali yang bisa diketahui masyarakat tentang usaha penurunan emisi di provinsi-provinsi tersebut.
Menurut Yanuar, informasi yang dapat diakses tentang aksi iklim dan data terkait emisi di tingkat sub-nasional masih sangat terbatas. Bahkan ketika data sudah tersedia, seringkali format yang diberikan tidak memungkinkan untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Keterbatasan data ini membuat publik menjadi sulit untuk memahami bagaimana provinsi seharusnya mengambil tindakan untuk mengurangi emisinya.
“Bangsa ini belum terbiasa dengan data. Evidance-based policy making yang masih rendah membuat banyak kebijakan yang dibuat di Indonesia masih belum memanfaatkan atau diambil berdasarkan basis data,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih