BAPPENAS Dorong Australia Berinvestasi di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas

Reading time: 2 menit
bappenas
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam acara Konferensi Biennial Australia Indonesia Business Council (AIBC) di Gold Coast, Australia / Foto : Humas Bappenas

Jakarta (Greeners) – Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam acara Konferensi Biennial Australia Indonesia Business Council (AIBC) di Gold Coast, Australia membahas perjanjian kemitraan Indonesia dan Australia khususnya dalam sektor pariwisata.

Bambang mengatakan bahwa Indonesia memiliki keterbatasan dana dalam ruang fiskal di kawasan pariwisata, oleh karenanya Bambang ingin mendorong Australia untuk berinvestasi dengan skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) di 10 destinasi pariwisata prioritas Indonesia. Pemerintah menyadari untuk membangun 10 destinasi pariwisata tersebut tentu membutuhkan pembangunan infrastruktur untuk menunjang konektivitas serta menuntut investasi yang besar pula.

Menurut data Bappenas yang diterima oleh Greeners, tren investasi sektor pariwisata di Indonesia tumbuh secara konstan selama lima tahun terakhir. Nilai realisasi investasi 10 Destinasi Pariwisata Prioritas mencapai 46,7 persen dari total investasi sektor pariwisata pada 2012-2017, namun sebagian besar realisasi terjadi di Jakarta.

“Untuk itu, penting bagi kami untuk meningkatkan aliran investasi pada destinasi pariwisata prioritas lainnya. Kebijakan pemerintah yang dapat mendorong iklim investasi, antara lain Layanan Izin Investasi 3 Jam, Layanan Perizinan Terpadu, Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi, dan Layanan Jalur Hijau,” ujar Bambang di Konferensi Biennial Australia Indonesia Business Council (AIBC) di Gold Coast, Australia, Senin (12/11/2018).

BACA JUGA : Riyanni Djangkaru, Pemerintah Jangan Hanya Kejar Kuantitas Demi Pariwisata

Bambang mengatakan bahwa untuk infrastruktur di sektor pariwisata anggaran pemerintah hanya dapat memenuhi 41,3 persen dari total kebutuhan infrastruktur atau sebesar USD 148,2 miliar, sementara sisanya diharapkan dapat dipenuhi 22,2 persen oleh BUMN atau sebesar USD 79,8 miliar dan 36,5 persen oleh sektor swasta atau sebesar USD 131,1 miliar.

“Untuk mengatasi keterbatasan ruang fiskal, Kementerian PPN/Bappenas menginisiasi Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) sebagai skema pembiayaan ekuitas proyek infrastruktur dan strategis yang dipandang kurang menarik atau berisiko, tetapi layak dari sisi keuangan dan komersial bagi sektor swasta dan BUMN,” jelas Bambang.

Berdasarkan siaran pers yang diterima oleh Greeners, Bambang mengatakan pemanfaatan PINA penting untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan pembangunan dengan memobilisasi dana jangka panjang, mendorong daur ulang investasi proyek brownfield, serta meningkatkan kapasitas permodalan pembangunan dengan estafet instrumen keuangan di setiap fase pembangunan.

Empat kriteria proyek yang dapat menggunakan PINA, yaitu kemampuan mendukung target prioritas pembangunan, kemampuan komersial, manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat, serta kesiapan untuk diimplementasikan.

BACA JUGA : KLHK Berharap Asosiasi Pariwisata Alam Indonesia Meningkatkan Kinerja

Untuk mendorong iklim investasi di Indonesia yang lebih baik, PINA mengambil beberapa langkah, diantaranya memberikan advokasi regulasi, meningkatkan tata kelola dan regulasi melalui pengembangan rencana strategis dan pedoman tata kelola yang baik, serta sosialisasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan.

“Sebagai penggerak pembangunan infrastruktur di Indonesia, PINA mempercepat terjadinya transaksi keuangan proyek karena juga berperan sebagai fasilitator, pipelining atau mempersiapkan daftar proyek yang siap ditawarkan kepada investor, dan membangun ekosistem investasi. Saya juga mendorong para investor Australia untuk berpartisipasi membangun infrastruktur di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Indonesia dengan skema PINA ini,” jelas Bambang.

Diketahui sebagai sektor utama perekonomian, Pemerintah Indonesia menetapkan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Nasional, yaitu: (1) Tanjung Lesung, (2) Tanjung Kelayang, (3) Mandalika, (4) Morotai, (5) Danau Toba, (6) Kepulauan Seribu, (7) Borobudur, (8) Bromo, Tengger, dan Semeru, (9) Labuan Bajo, serta (10) Wakatobi. Empat pertama berfungsi sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata, sementara enam terakhir berperan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

Penulis : Dewi Purningsih

Top