Jakarta (Greeners) – Konservasi satwa liar hingga kini masih kurang dipahami oleh para jaksa. Akibatnya, pemberantasan kasus jual-beli ilegal satwa liar dilindungi sulit untuk dilakukan. Keterbatasan pengetahuan dan kapasitas jaksa dalam merekomendasikan hukuman inilah yang menjadi salah satu penyebabnya.
Program manajer Wildlife Crime Unit (WCU) Dwi Nugroho Diasto mengatakan, perdagangan satwa liar adalah salah satu ancaman paling serius bagi satwa-satwa karismatik Indonesia seperti badak sumatera, harimau sumatera, gajah Asia dan trenggiling.
“Sebagai negara biodiversitas, Indonesia merupakan sumber besar, tujuan, dan tempat transit bagi penyeludupan dan perdagangan satwa liar. Ditaksir, nilai dari perdagangan ilegal ini bisa mencapai US$1 milyar per tahun,” katanya, Jakarta, Kamis (09/03).
BACA JUGA: Pemelihara Satwa Liar Dilindungi Secara Ilegal Belum Ditindak Tegas
Menurut data dari Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP), statistik penanganan kasus kejahatan terhadap satwa liar terhitung sejak 2003–2016 berjumlah 470 kasus dengan rata-rata mendapat vonis hukuman di bawah 2 tahun penjara. Sementara, pemelihara satwa yang dilindungi belum pernah ada yang dipenjara.
Dalam Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang 5 Tahun 1990, telah jelas dikatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati. Dari beberapa kategori jenis kejahatan satwa liar dilindungi, untuk kategori pemeliharaan hingga saat ini belum pernah ada penindakan sama sekali. Padahal, menurutnya, memelihara satwa liar dilindungi sama beratnya dengan memperdagangkan maupun menangkap sesuai dengan undang-undang.
“Itu kan ada di satu pasal dan tidak dibedakan. Memelihara juga sama-sama kejahatan, tapi tidak pernah ada penindakan,” kata Dwi Nugroho.
BACA JUGA: Pelaku Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Akan Dijerat UU Pencucian Uang
Sebagai informasi, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Noor Rochmad, dalam keterangan resminya beberapa hari lalu mengakui kalau belum maksimalnya kapasitas dan peran jaksa dalam pemberian vonis perdagangan ilegal dan berburuan satwa liar dilindungi, memang masih terjadi.
“Untuk itulah, saat ini upaya peningkatan pengetahuan, profesionalitas, dan berbagai jenis capacity building akan dilakukan pada jaksa dengan menggandeng organisasi, pemerhati, dan ahli lingkungan,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih