Yogya (Greenersmagz) – Wilayah Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki potensi dilanda gempa dan tsunami. Dengan itu, Pemerintah Kabupaten Bantul menyusun pemetaan potensi bencana untuk penanggulangannya.
Kepala Proses Pantai dan Teknik Lingkungan Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPDP-BPPT) Widjo Kongko menyampaikan, data materi untuk pemetaan telah lengkap. Proses pembuatan tinggal dilaksanakan.
Pembuatan peta tersebut digarap oleh BPDP-BPPT, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Badan Informasi Geo Spasial (BIGS). “Sudah mulai sejak Maret 2012 lalu, sekarang tahap akhir,” ujar Widjo Kongko, Senin (3/9).
Selanjutnya, pengujian model pemetaan akan dilakukan pada Oktober 2012. Jadual uji tersebut kata Widjo Kongko juga masih menunggu perencanaan terkait magnitude gempa dari Bakosurtanal atau yang sekarang menjadi BIGS.
Menurut Widjo Kongko, pemetaan mendesak dibuat mengingat wilayah Bantul memiliki berpotensi terjadi gempa dan tsunami yang cukup tinggi. Potensinya memang lebih rendah dibandingkan daerah barat daya Sumatera, namun Bantul memiliki karakteristik gempa wilayah selatan Jawa ang bertipe tsunami earthquake. “Dengan karakteristik gempa lambat dan menghasilkan tsunami besar,” terusnya.
Kepala Pusat Pemetaan BIGS, Tri Patmasari menyatakan, dinamika pantai selatan telah dikaji berdasar peta rupa bumi dan peta lingkungan pantai Indonesia. Data yang terkumpul akan dikombinasikan dengan data-data sumber kegempaan dengan model tsunami. “Dari peta zonasi dapat di ketahui dimana wilayah yang terkena genangan dan wilayah aman untuk wisata dan permukiman,” ujar Tri.
Data yang dikumpulkan tidak hanya untuk bahan pemetaan potensi tsunami, namun juga bisa digunakan untuk perencanaan tata ruang dan pembangunan wilayah. Apalagi, katanya, sepanjang 13,7 kilometer garis pantai di Bantul semua rawan tsunami.
Adanya informasi, data, dan pemetaan yang digagas maka kedepan akan lebih siap dalam langkah-langkah antisipasi dan penanggulangan bencana. Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bantul telah memiliki peta darat dan topografi yang selanjutnya akan dikombinasi dengan hasil simulasi.
Sementara, Kepala BPBD Bantul, Dwi Daryanto mengaku selama ini pihaknya menggunakan data spasial atau data kasar untuk pemetaan bencana. Ia berharap, adanya zonasi nantinya akan lebih terlihat wilayah mana saja yang rawan terkena bencana gempa maupun tsunami secara lebih akurat. “Selama ini sudah menyosialisasikan penggunaan EWS (Early Warning System) lima menit dari gempa pertama diolah, lalu diteruskan langsung pada masyarakat,” katanya.
Waktu antara gempa pertama dan terjadinya tsunami sekitar 40 menit. Saat ini BPBD sendiri sudah memiliki jalur evakuasi dan titik kumpul masyarakat. EWS juga terus disosialisasikan.
Adapun data terkumpul sementara yakni potensi luapan air saat terjadi tsunami di Bantul bisa mencapai jarak tiga kilometer dari bibir pantai. (G18)