Jakarta (Greeners) – Makanan seperti lontong, lepet hingga nagasari merupakan kelompok makanan tradisional yang masyarakat konsumsi. Namun, kelompok makanan ini akan mengancam kesehatan manusia bila kemasannya menggunakan kemasan plastik. Kandungan mikroplastik di dalamnya akan berdampak serius apalagi melewati proses pemanasan.
Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global Dicky Budiman menyatakan, pentingnya memilih makanan yang tak sekadar enak. Akan tetapi juga tak berdampak buruk ke lingkungan dan tubuh manusia, termasuk mikroplastik ini.
“Ini karena kemampuan mikroplastik untuk ‘membohongi’ saat masuk ke saluran pencernaan kita dianggap nutrisi. Ternyata malah malnutrisi hingga masuk dan terdeteksi ke dalam darah,” katanya kepada Greeners, Kamis (3/11).
Jika telah masuk ke dalam darah, mikroplastik menuju ke berbagai organ tubuh dan mengancam berbagai macam penyakit. Mulai dari kanker, penyakit imun, gangguan hormon hingga gangguan kesuburan atau fertilitas.
Ahli kesehatan lingkungan ini juga menyebut, adanya temuan studi, mikroplastik ternyata dapat masuk ke dalam ekosistem melalui nyamuk. Larva nyamuk yang telah menelan mikroplastik dapat berpindah ke dalam tubuh nyamuk dewasa.
“Yang jelas mengkhawatirkan dampaknya. Beberapa literatur menyatakan akan adanya potensi penyakit baru atau mewabahnya penyakit yang lama karena dia mampu menjadi vektor penyakit,” ungkapnya.
Mikroplastik Media Virus
Tak hanya itu, Dicky menyebut berbagai riset juga menunjukkan bahwa keberadaan mikroplastik mampu menjadi media yang memungkinkan virus, bakteri atau jamur berkembang biak hingga akhirnya merugikan manusia.
“Potensi adanya mikroplastik tetap ada seiring kita bergantung pada plastik. Karena plastik bahan yang sulit diurai di alam bahkan hingga lebih dari 200 tahun,” ujar dia.
Peneliti Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova menyatakan, mikroplastik tak hanya ditemukan di air, tapi juga di udara. Ancaman mikroplastik akan mengganggu dan melukai sistem organ tubuh. Misalnya melalui makanan, saluran pencernaan dan pernafasan.
Plastik, sambung dia memiliki sifat unik karena adanya bahan tambahan (aditif) dan bisa menjadi media pembawa polutan lain. Bahan aditif dan polutan bisa lepas setelah masuk ke dalam tubuh. Jadi secara tak langsung plastik yang masuk ini pembawa polutan tambahan.
Jadi Tantangan Global
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi menyatakan, mikroplastik telah menjadi tantangan global termasuk di Indonesia. Ini terlihat dari peningkatan jumlah sampah plastik seiring dengan ketidaktepatan pengelolaannya. Salah satu sumber pencemaran mikroplastik berasal dari pengolahan sampah plastik melalui pembakaran di insinerator, tungku terbuka hingga lahan terbuka.
Selain itu, sumber lain yaitu kontribusi asap industri recycle plastik, dan baju berbahan serat sintetis. “Manusia berpotensi menelan 5 gram mikroplastik setiap minggunya. Salah satu jalur masuk mikroplastik ke tubuh manusia adalah melalui udara,” ungkapnya.
Lebih parahnya, daur hidup mikroplastik di udara yang berasal dari sumber-sumbernya akan masuk dan terus tetap dalam siklus hidrologi. “Bahkan bisa memindahkan mikroplastik melalui awan sehingga diturunkan lewat hujan ke wilayah yang belum terjamah oleh aktivitas manusia sekalipun,” ujar dia.
Gaya Hidup Minim Plastik
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Dirjen PPKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Luckmi Purwandari menyebut, untuk mengendalikan mikroplastik, masyarakat dan produsen harus memanfaatkan sampah plastik melalui reuse dan recycle.
Tujuannya agar sampah plastik tidak mencemari lingkungan. Masyarakat juga harus melakukan substitusi untuk mengganti barang plastik dengan yang lebih ramah lingkungan. “Ini karena ukuran mikroplastik sangat kecil tak tampak oleh mata. Kita harus mengantisipasi dengan memastikan gaya hidup minim sampah,” kata dia.
Mikroplastik sambung dia memang belum masuk dalam parameter pencemaran udara. Akan tetapi, dilihat dari jenisnya, yakni partikulat masuk ke dalam baku mutu udara. Misalnya partikulat meter ukuran 2,5 mikrometer dan PM10 partikulat 10 mikrometer, dan partikulat debu kurang dari 100 mikrometer.
“Itu artinya bisa ditangkap bila ukurannya kurang dari 10 mikrometer atau kurang dari 2,4 mikrometer dan kurang dari 100 mikrometer,” imbuhnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin