Jakarta (Greeners) – Selain melakukan penertiban bangunan liar di sepanjang Jalan KH Noer Ali atau Jalan Inspeksi Kalimalang, Jakarta Timur sebagai syarat pembangunan proyek Jalan Tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu), pembangunan tersebut juga mengorbankan ratusan pohon.
Penebangan ratusan pohon berusia puluhan tahun tersebut mengundang reaksi dari berbagai pihak. Pengamat Tata Kota Hijau, Nirwono Joga kepada Greeners mengatakan bahwa penebangan ratusan pohon tersebut seperti memperlihatkan ketidak berpihakan pemerintah terhadap pelestarian lingkungan.
Menurutnya, keberadaan pepohonan, Ruang Terbuka Hijau (RTH), termasuk juga jalur hijau saat ini masih dianggap sebelah mata. Padahal, setiap satu pohon membutuhkan waktu yang sangat lama untuk tumbuh.
“Dengan menebangi pohon-pohon itu, pemerintah juga seperti tidak mau menghitung nilai ekologis yang dihasilkan oleh pohon tersebut baik sebelum dan sesudah proses pembangunan dilakukan. Hal-hal ini terjadi karena pemerintah tidak punya komitmen serius terhadap keberlangsungan ruang terbuka hijau dan pohon-pohon di sekitar Jakarta,” jelas Nirwono kepada Greeners, Jakarta, Jumat (03/07).
Terkait rencana penggantian pohon dengan perbandingan satu pohon diganti dengan 10 pohon yang nantinya akan ditanam di sejumlah titik di Jakarta Timur, Nirwono justru menganggap hal tersebut tidak akan berarti banyak selama belum ada kejelasan jenis dan lokasi penempatan penanaman pohon pengganti.
“Saat ini kan peraturan penggantian satu pohon dengan 10 pohon itu tidak masuk akal karena belum pernah ada penggantian pohon yang dirinci apa jenisnya dan di mana tempatnya. Seharusnya, kalau menebang satu pohon berani enggak mengganti satu pohon dengan pohon yang sama di lokasi yang tidak terlalu jauh dari pohon yang ditebang. Saya tahu itu sangat sulit, tapi pembelajarannya kan kita jadi bisa menghargai pohon itu,” katanya.
Terlebih, saat ini pemerintah provinsi sendiri tidak memiliki peta penyebaran pohon (master plan pohon) yang menginventarisir jenis dan jumlah pohon dan di Jakarta. Padahal, dengan adanya master plan tersebut, pemerintah bisa memetakan arah pembangunan Jakarta.
” Yang ditebang di sini, penggantiannya malah di tempat lain, kan sama saja bohong. Polusinya ada di sini, kenapa yang ditanam di sana? Apalagi jumlah pohon yang ada di Jakarta saat ini hanya 6 juta dan kita masih butuh 4 juta lagi, karena idealnya sebuah kota itu ada 10 juta-an pohon,” imbuhnya.
Pengamat dan aktivis Ciliwung bersih dari Ciliwung Institute, Sudirman Asun juga menyesalkan penebangan pohon yang dilakukan oleh kontraktor pembangunan tol Becakayu. Ia beranggapan bahwa paradigma kebijakan yang ada saat ini di Kementerian Pekerjaan Umum serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang ekologi sungai sangat bertolak belakang.
“Perakaran pohon dan tumbuhan di pinggir sungai bermanfaat sebagai filter pencemar dan penetralisir, pengurai alamiah pencemaran. Tapi, sayangnya fungsi ini sudah hilang karena di sepanjang Kalimalang atau sungai tarum barat kondisinya sudah dibeton rapat karena berada di pinggir jalan raya untuk memperkuat infrastruktur pondasi jalan dan gedung,” jelasnya.
Sebagai informasi, sedikitnya ada 917 pohon di sepanjang Jalan Raya inspeksi Kalimalang, Duren Sawit, Jakarta Timur, ditebang guna pembangunan Jalan Layang Tol Bekasi, Cawang, Kampung Melayu (Becakayu). 717 pohon berukuran sedang dan 200 pohon berukuran kecil dibabat guna pelebaran jalan tersebut.
Kepala Sub dinas (Kasudin) Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Timur Mimi Rachmawati kepada Greeners mengatakan bahwa perbandingan penggantian pohon tersebut adalah satu pohon diganti 10 pohon, sehingga kalau ada 717 pohon maka gantinya bisa 7.170 pohon. Menurutnya, pohon pengganti ini akan ditanam di sejumlah titik di Jakarta Timur, terutama di daerah yang masih kurang penghijauannya.
Penulis: Danny Kosasih