Jakarta (Greeners) – Saat ini negara-negara dunia sedang berkumpul di Ottawa, Kanada dalam pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC) keempat. Pertemuan tersebut membahas perjanjian internasional tentang plastik. Dalam INC-4 ini, Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menyoroti kehadiran industri plastik dan kimia dalam proses negosiasi.
Menurut AZWI, kehadiran industri tersebut bisa berpotensi membahayakan tercapainya tujuan dari perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Pada Selasa, 23 April 2024 bertepatan dengan pembukaan INC-4, Sekretariat INC merilis daftar sementara peserta konferensi (Provisional List of Participants) yang terdistribusi via email.
Berdasarkan daftar tersebut, sekitar 4000 orang mengikuti INC-4. Peserta terssebut terdiri atas delegasi negara anggota (member states). Adapula peserta peninjau yang terdiri dari organisasi lingkungan, saintis, hingga entitas bisnis, termasuk korporasi minyak bumi, gas, petrokimia, asosiasi industri kimia, industri alternatif plastik, dan FMCGs (Fast Moving Consumer Goods).
BACA JUGA: Penerapan Cukai Plastik Akan Menyasar Plastik Kresek
Dari data peserta sementara oleh Sekretariat INC, terdapat 44 orang Delegasi Republik Indonesia (DELRI). Berdasarkan analisis cepat dari Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), setidaknya ada empat orang anggota DELRI yang berasal dari industri plastik. Contohnya, Chandra Asri Petrochemical (CAP) dan Greenhope.
Representasi produsen plastik tersebut terdaftar sebagai pejabat dan ahli dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk menjadi anggota resmi DELRI. Menurut AZWI, kehadiran dua produsen plastik dalam DELRI dapat memperlemah posisi pemerintah dalam negosiasi terkait pembatasan produksi plastik.
“Khususnya, terkait penghapusan bahan-bahan kimia berbahaya aditif plastik. Bahan tersebut penyebab masalah kesehatan publik,” kata Senior Advisor Nexus3, Yuyun Ismawati lewat keterangan tertulisnya, Kamis (15/4).
Kehadiran Industri Plastik Tunjukkan Konflik
Menurut Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abdul Ghofar, kehadiran perwakilan industri plastik menunjukkan konflik kepentingan dalam mencapai perjanjian yang kuat dan mengikat. Apalagi, industri tersebut menjadi bagian dari delegasi negara.
BACA JUGA: Pembatasan Penggunaan Kantong Plastik Masih Sebatas Wacana
“Para negosiator, termasuk pemerintah Indonesia harus belajar dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Pengendalian Tembakau (UNFCTC) yang didukung WHO, berhasil menghalangi kepentingan komersial dan keterlibatan industri tembakau dalam proses negosiasi,” ungkap Ghofar.
Menurut Ghofar, pemerintah Indonesia seharusnya melibatkan sejumlah kementerian lainnya. Misalnya, Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan perwakilan saintis yang dapat memberikan dukungan substantif pada proses penyusunan perjanjian internasional tentang plastik.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia