Jakarta (Greeners) – Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mendesak pemerintahan Prabowo Subianto dan Kabinet Merah Putih untuk memprioritaskan perbaikan pengelolaan sampah di Indonesia. Mereka meminta agar pemerintahan baru mengutamakan pengurangan sampah di tingkat hulu guna menyelesaikan permasalahan sampah.
“Kami berharap pada kepemimpinan baru ini dapat meningkatkan komitmen dan pengawasan atas aturan yang sudah berlaku. Sehingga, dampak keberlanjutan yang diharapkan tidak terputus di tengah jalan,” kata Tiza lewat keterangan tertulisnya, Rabu (23/10).
BACA JUGA: 31 TPA di Indonesia Terbakar Imbas Praktik Open Dumping
Dalam upaya pengurangan sampah, AZWI juga menekankan pentingnya memperkuat tanggung jawab produsen untuk mengumpulkan dan melaksanakan peta jalan pengurangan sampah. Sebab, implementasi dari aturan ini masih jauh dari harapan.
Berdasarkan laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 8 Oktober 2024, baru 52 produsen yang memenuhi kewajiban menyerahkan peta jalan mereka. Padahal, pemerintah menargetkan pencapaian pengurangan sampah sebesar 30% pada akhir 2029.
Cermati Program Makan Siang Gratis
Selain itu, AZWI meminta agar program makan siang gratis yang diusung Presiden Prabowo dicermati dengan baik. Terutama, terkait penggunaan kemasan plastik dan sisa makanan yang dihasilkan.
Apabila pemerintah tidak melakukan pengawasan yang baik, program yang targetnya menyasar 83 juta anak dan ibu hamil ini akan menambah beban sampah sisa makanan. Bahkan, program ini bisa menimbulkan pemborosan sumber daya yang besar.
Direktur Program Yayasan Gita Pertiwi, Titik Eka Sasanti menyatakan bahwa tata kelola sampah saat ini belum mampu secara efektif mengatasi persoalan mendasar. Praktik pembuangan sampah yang tercampur ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem open dumping masih umum terjadi. Hal ini menyebabkan kerugian signifikan, termasuk penuhnya kapasitas di TPA dan risiko kebakaran.
“Salah satu penyebab utama dari peristiwa ini adalah ledakan gas metana yang berasal dari timbunan sampah organik yang tidak terolah. Seperti sampah pangan, yang mencapai 20 juta ton per tahun dan berada dalam tren meningkat setiap tahunnya,” katanya.
Hentikan Proyek Waste to Energy
Dari sisi penanganan sampah, AZWI meminta pemerintah untuk menghentikan pembangunan proyek Waste-to-Energy (WtE), termasuk insinerasi, pirolisis, gasifikasi, dan Refuse-Derived Fuel (RDF). AZWI menganggap kebijakan ini sebagai solusi semu yang hanya akan memindahkan masalah sampah menjadi polusi beracun dan meningkatkan emisi karbon.
Selain itu, hal ini juga menghambat transisi menuju sistem pengelolaan sampah berkelanjutan. Sistem tersebut seharusnya berbasis pada pemilahan dan pengurangan sampah.
Dalam praktiknya, sistem pembakaran sampah seperti Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) juga menghasilkan dioksin. Senyawa kimia ini sangat beracun dan dilepaskan saat sampah plastik dibakar.
Warga di sekitar proyek-proyek ini telah merasakan dampak buruk terhadap kesehatan mereka. Hal ini tercatat dalam berbagai penelitian. Selain itu, promosi penggunaan teknologi canggih untuk pengelolaan sampah juga tidak didukung studi kelayakan teknis, lingkungan, maupun finansial yang memadai.
BACA JUGA: Kebakaran TPA Sarimukti Potret Buruk dari Praktik Open Dumping
Contohnya proyek seperti PLTSa Benowo dan PLTSa Putri Cempo terbukti menurunkan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, serta mengganggu sumber penghidupan warga.
Menurut Ghofar, pemerintah tidak boleh menganggap gagasan tersebut sebagai keberlanjutan Proyek Strategis Nasional (PSN) PLTSa dan RDF. Ia menilai proyek tersebut berdampak buruk, terutama pada kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
“Proyek PLTSa dan RDF juga berpotensi menimbulkan kerugian negara dan menghambat upaya pengurangan emisi gas rumah kaca yang pemerintah targetkan,” kata Ghofar.
Kendati demikian, AZWI berharap pemerintahan di bawah Kabinet Merah Putih serius dalam mengambil kebijakan. Mereka juga berharap pemerintah memberikan arah yang tepat bagi masa depan pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Hal ini penting demi kepentingan generasi mendatang, lingkungan, dan kualitas hidup yang lebih baik.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia