Jakarta (Greeners) – Penataan ulang penegakan hukum harus dilakukan guna menyelesaikan permasalahan pengeloaan sampah. Menurut Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), pemerintah wajib mengatur masyarakat untuk mengelola sampah.
“Jadi, masalahnya bukan di pengelolaan sampah saja. Ini harus beres tata kelola penegakan hukum secara nasional. Kami berharap pemerintah dapat melakukan hal tersebut, untuk itu perlu ada perubahan undang-undang pemerintah daerah,” ungkap Direktur Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan, David Sutasurya kepada Greeners melalui keterangan tertulis.
David yang sekaligus anggota AZWI menambahkan, pembenahan penegakan hukum dapat menambah pengawas lingkungan hidup di daerah untuk mengawasi proses pengelolaan sampah.
Menurut David, urusan penegakan hukum tidak bisa hanya dibebankan pada Dinas Lingkungan Hidup. Mereka akan kewalahan. Sebab, penegakan hukum bukan hanya terkait pengelolaan sampah saja.
“Khususnya dalam penegakan hukum non industri atau industri kecil maupun domestik, semua urusan keteteran. Jadi, masalahnya bukan di pengelolaan sampah saja. Harus dibereskan tata kelola penegakan hukum secara nasional,” lanjut David.
Oleh karena itu, AZWI saat ini tengah mendorong pemerintah untuk menjadikan pengumpulan sampah menjadi layanan dasar. AZWI pun berharap agar pemerintah dapat melakukan hal tersebut melalui perubahan Undang-Undang Pemerintah Daerah. Dengan demikian, itu akan menambah pengawas lingkungan hidup di daerah untuk mengawasi pengelolaan sampah.
Pemprov Jabar Perlu Tanggung Jawab
Tim Regulasi YPBB, Difa Ghiblartar mengatakan Pemprov Jawa Barat harus bertanggung jawab terhadap situasi kritis TPA Sarimukti. Itu imbas kelalaian dalam mengecek kuota dan sistem operasional yang mengelola limbah lainnya.
Sementara, terkait penumpukan dan pencampuran sampah di Tempat Pembuangan Sampah (TPS), menurut Difa, kewenangan untuk menangani hal tersebut berada di tangan pemerintah daerah kabupaten/kota.
“Isu ini berpotensi memunculkan dampak hukum bagi pemerintah provinsi yang berwenang dalam mengelola TPA,” ujar Difa melalui keterangan tertulis.
Difa menambahkan, situasi tersebut juga memunculkan konsekuensi hukum apabila peristiwa ini menyebabkan kerugian bagi individu atau masyarakat. Kerugian yang timbul meliputi dampak seperti pencemaran udara, tanah, atau air yang berdampak pada kesehatan publik.
Kurang Tindakan Konkret
“Tindakan ini tidak hanya melibatkan aspek tindakan aktif, tetapi juga perilaku pasif. Seperti kurangnya tindakan konkret atau pengawasan dalam situasi yang berkaitan,” lanjut Difa.
Difa mencontohkan absennya pengawasan terhadap operasional TPA, termasuk kurangnya pemeriksaan dan pemantauan kuota TPA. Hal itu menyebabkan kelebihan kapasitas, apalagi tidak ada tindakan pejabat pemerintah provinsi untuk melakukan tindakan faktual guna mengatasi permasalahan TPA.
“Ada kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab ini. Seperti kekurangan fasilitas pengelolaan sampah yang memadai atau pengawasan yang tidak memadai terhadap operasi TPA. Pemerintah daerah pun berpotensi untuk dimintai pertanggung jawaban atas dampak negatif yang terjadi,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Difa, pengabaian terhadap peran dan tanggung jawab juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum serius. Terutama apabila terbukti tindakan atau kelalaian tersebut telah berdampak pada kesehatan masyarakat atau lingkungan.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia