Jakarta (Greeners) – Negara Australia telah mendeteksi paparan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 melalui tangkapan air limbah Melbourne, Australia. Subvarian itu ditemukan dalam sampel dari daerah aliran sungai (DAS) Tullamarine di barat laut kota.
Ahli Kesehatan Lingkungan dan Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan, air limbah dapat merepresentasikan kondisi pandemi di sebuah kota. Melalui program surveillance air limbah dapat menjadi early warning sistem deteksi awal Omicron BA.4 dan BA.5.
“Melalui pemantauan dari air limbah ini dapat diketahui pula apakah ada tren peningkatan atau penurunan. Ini yang akan memberikan informasi tambahan ataupun pelengkap terhadap data testing,” katanya kepada Greeners, Jumat (17/6).
Sistem tersebut, lanjutnya telah negara-negara maju seperti Australia gunakan. Air limbah dapat menampung beragam jenis cairan yang manusia penderita Omicron BA.4 dan BA.5 hasilkan.
Misalnya, cairan dari buang air besar, buang air kecil, ingus hingga dahak. Akan tetapi, Dicky memastikan bahwa air limbah tersebut tak dapat menularkan virus. “Umumnya hanya sebagai indikator saja, tidak bersifat infeksius,” imbuhnya.
Program tersebut membutuhkan teknologi dan sistem yang mumpuni dan selama ini hanya dimiliki oleh negara-negara maju. Pemerintah Indonesia, sambung dia juga seharusnya segera memiliki program peringatan dini melalui air limbah ini.
“Terlebih saat ini sudah jarang sekali yang melakukan testing sehingga tak bisa menggambarkan secara menyeluruh kondisi tren pandemi,” ucapnya.
Angka Covid-19 Kembali Naik
Jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia kembali melampaui angka 1.000 kasus per hari. Ini karena merebaknya subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 sehingga terjadi penambahan kasus baru.
Dicky menekankan pentingnya protokol kesehatan 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak). Tujuannya untuk menekan penyebaran subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Meskipun tubuh telah terproteksi, seseorang masih tetap berpotensi terinfeksi BA.4 dan BA.5. “Umumnya tidak bergejala atau ringan, tapi ingat dia masih bisa menularkan. Oleh karena itu masker masih menjadi penting,” imbuhnya.
Hal yang tak kalah penting lainnya yaitu upaya pembangunan literasi publik. Lalu perilaku hidup sehat penting seiring dengan adanya kebijakan pelonggaran menggunakan masker.
“Sebagian menganggap pandemi berakhir, yang lebih repot lagi sebagian sudah tidak mau pakai masker. Nah itu artinya belum terbangun literasi ataupun persepsi risiko yang memadai di masyarakat,” tegasnya.
Puncak Kasus Subvarian Omicron Bisa Mencapai 25.000 Kasus Per Hari
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya memperingatkan perkiraan puncak kasus subvarian Omicron akan meningkat pesat hingga 25.000 kasus per hari.
Budi menjelaskan prediksi ini berdasarkan kejadian di negara lain. Di Afrika Selatan, puncak penularan BA.4 dan BA.5 hanya sepertiga dari puncak gelombang Delta dan Omicron.
Jika dibandingkan, puncak kasus Omicron di Indonesia mencapai 64.718 kasus. Sedangkan puncak Covid-19 saat penyebaran varian Delta mencapai 54.517 kasus baru.
Kendati demikian, Budi mengatakan, tingkat kematian akibat subvarian BA.4 dan BA.5 lebih rendah seperduabelas dari Delta dan sepersepuluh dari Omicron.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin