Jakarta (Greeners) – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) buat mitigasi El Nino untuk atasi kemiskinan ekstrem di Indonesia bagian timur. Fenomena El Nino ini akan berdampak pada kondisi pangan untuk masyarakat di sana.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK, Nunung Nuryartono menyebut dari 3,3 juta jiwa yang saat ini mengalami kemiskinan ekstrem. Paling banyak berasal dari Indonesia bagian timur.
Kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar. Misalnya ketidakcukupan mendapatkan makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial.
Fenomena El Nino berpengaruh besar terhadap sektor pertanian. Kekeringan yang lebih panjang dapat mengakibatkan ancaman bagi ketersediaan pangan.
Sekretaris Kemenko PMK, Andie Megantara mengatakan dalam menangani kemiskinan di wilayah Indonesia bagian timur, Kemenko PMK telah merancang sebuah strategi dan mitigasi yang berkaitan dengan kondisi El Nino.
“Kami di Kemenko PMK membuat semacam mitigasi berkaitan dengan kondisi El Nino. Sebab, kita tahu bahwa ketika harga pangan naik akan berpengaruh pada inflasi. Mau tidak mau hal itu akan menurunkan daya beli masyarakat,” kata Andie di acara Deputy Meet The Press, Rabu (23/8).
Dalam mitigasi tersebut, Kemenko PMK sudah memiliki peta yang berisikan wilayah terdampak fenomena El Nino. Kemudian, pihaknya akan menyelaraskan dengan jumlah penduduk miskin di wilayah tersebut.
Hal tersebut akan memberikan kepastian bagi Kementerian Negara atau Lembaga (K/L) untuk mengeksekusi. Kemudian, menyiapkan intervensi khusus apabila El Nino ini terjadi sampai 2024. Mitigasi seperti ini telah disiapkan khususnya di wilayah timur, lanjut Adi.
Kemiskinan Ekstrem Timbulkan Stunting
Permasalahan kemiskinan ekstrem juga beririsan dengan prevalensi angka stunting di Indonesia. Hal tersebut menjadi isu prioritas yang harus diselesaikan. Presiden telah menargetkan prevalensi angka stunting di Indonesia pada tahun 2024 sebesar 14 %.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Y. B. Satya Sananugraha menegaskan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target tersebut.
“Salah satu cara yang kami lakukan dengan mengajak perusahaan tambang yang ada di Indonesia, paling tidak CSR-nya itu untuk percepatan penurunan stunting, minimal di sekitar wilayah perusahaannya,” jelas Satya.
Selain itu, penggalakan program Bapak Asuh Anak Stunting bagi ASN dan anggota Forkopimda untuk terlibat membantu pemenuhan gizi anak-anak stunting di wilayahnya masing-masing.
Tiga Strategi Pemerintah Hapus Kemiskinan
Sementara itu, Nunung menyebut ada beberapa strategi untuk menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada tahun 2024.
Pemerintah menyusun tiga strategi untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem. Pertama, melalui pengurangan beban pengeluaran masyarakat. Kedua, meningkatkan pendapatan dan pemberdayaan masyarakat serta pengurangan jumlah kantong-kantong kemiskinan.
Strategi selanjutnya adalah mengimplementasikan berbagai kebijakan afirmatif, baik dari sisi refocusing anggaran, perbaikan data dan pensasaran, serta penguatan pelaksanaan program melalui pendekatan konvergensi.
“Dengan pendekatan konvergensi ini, dipastikan rumah tangga miskin tidak hanya menerima manfaat dari satu program saja, melainkan dari beberapa program. Sehingga, upaya penurunan akan menjadi lebih signifikan,” ungkap Nunung.
Putus Rantai Kemiskinan melalui Pendidikan
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama, Warsito, sejatinya antara kemiskinan dan pendidikan bagaikan ayam dan telur. Maka dari itu, pemerintah berusaha memotong rantai permasalahan angka kemiskinan melalui jenjang pendidikan.
“Melalui Perpres Revitalisasi Vokasi, presiden berusaha untuk memotong rantai kemiskinan melalui penanganan pengangguran dalam hal ini tidak ingin adanya lulus kejuruan yang nganggur,” ujar Warsito.
Hal tersebut sebagai wujud komitmen bersama antara pemerintah, dunia pendidikan, dunia usaha, dan dunia industri. Tujuannya untuk menciptakan lapangan kerja bagi seluruh lulusan pendidikan di Indonesia.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia