Apa yang Terjadi pada Bumi Jika Penyerap Karbon Menurun?

Reading time: 3 menit
Penurunan penyerap karbon dapat memperburuk dampak pemanasan global. Foto: Freepik
Penurunan penyerap karbon dapat memperburuk dampak pemanasan global. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Studi internasional terbaru menunjukkan penurunan drastis penyerapan karbon oleh ekosistem daratan pada tahun 2023, yang juga tercatat sebagai tahun terpanas. Penurunan penyerap karbon ini dapat memperburuk dampak pemanasan global dan mengingatkan dunia untuk mempercepat upaya pengurangan emisi karbon di semua sektor.

Lautan, hutan, tanah, dan penyerap karbon alami lainnya menyerap sekitar setengah dari semua emisi yang manusia hasilkan. Namun, dengan meningkatnya suhu Bumi, para ilmuwan khawatir kemampuan ekosistem ini untuk menyerap karbon semakin terganggu. Selain itu, beberapa lokasi penyerap karbon bahkan hampir tidak berfungsi.

Pakar Tumbuhan dari Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI), Arief Hamidi, menyatakan bahwa penurunan penyerapan karbon ini sangat berdampak bagi kondisi Bumi. Saat ini, banyaknya pembukaan lahan dan pengembangan industri juga turut berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca.

“Aktivitas ini harus segera dievaluasi dan disesuaikan dengan kondisi saat ini untuk memangkas emisi secara signifikan dan mencegah kerusakan pada Bumi yang semakin kritis. Pembukaan lahan untuk pembangunan juga perlu diimbangi dengan aksi restorasi atau rehabilitasi hutan,” kata Arief kepada Greeners, Jumat (1/11).

Pentingnya Restorasi Lahan

Meskipun di Indonesia belum ada studi spesifik mengenai penurunan fungsi penyerap karbon, temuan ini tetap perlu mendapat perhatian. Pada target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2030-2045, Arief menekankan pentingnya proyek restorasi dan regulasi pengelolaan lahan oleh pemerintah.

BACA JUGA: Perhutanan Sosial di Lahan Gambut Belum Maksimal

“Walaupun temuan terbaru menunjukkan bahwa penyerap karbon, seperti pohon, menurun akibat berbagai faktor, restorasi lahan dengan penanaman pohon secara signifikan tetap harus dilakukan untuk mengoptimalkan penyerapan emisi karbon,” ungkapnya.

Temuan ini juga mengingatkan semua bahwa dampak krisis iklim semakin terasa. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat tahun 2023 merupakan tahun terpanas, baik di Indonesia maupun di banyak tempat di seluruh dunia. Jika kondisi ini dibiarkan, dampak krisis iklim akan semakin parah, dan pencapaian target iklim global akan semakin sulit.

“Dengan berkurangnya fungsi penyerapan karbon, pemanasan global tentu akan semakin parah,” tambah Arief.

Pakar Tumbuhan dari Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI), Arief Hamidi. Foto: Istimewa

Pakar Tumbuhan dari Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI), Arief Hamidi. Foto: Istimewa

Galakkan Penanaman Pohon

Arief menjelaskan, penanaman pohon bisa menjadi solusi untuk membantu mengurangi emisi. Melalui proses fotosintesis, pohon menyerap karbon dioksida (CO2) dan uap air, kemudian mengubahnya menjadi energi bagi tumbuhan serta menghasilkan oksigen dan air sebagai produk sampingan. Karbon yang diserap disimpan sebagai stok karbon dalam bentuk biomassa pohon.

“Semakin banyak pohon yang ada, semakin besar penyerapan karbon dari atmosfer. Ini membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan memitigasi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, penanaman pohon harus terus kita galakkan,” kata Arief.

Arief juga menekankan pentingnya menanam spesies pohon yang sesuai. Beberapa spesies lebih mudah diproduksi, sementara yang lain lebih sulit berkembang biak atau memiliki pola berbuah yang tidak teratur. Oleh karena itu, studi khusus tentang propagasi dan produksi bibit sangat penting, terutama untuk spesies langka atau terancam.

Prioritaskan Rehabilitasi Ekosistem

Arief menekankan bahwa dalam menghadapi krisis iklim, rehabilitasi ekosistem yang rusak harus menjadi prioritas. Tanggung jawab untuk melakukan ini tidak hanya berada di tangan pemerintah, tetapi juga melibatkan berbagai elemen, termasuk komunitas masyarakat, lembaga pendidikan, dan para pakar.

“Kolaborasi ini penting untuk menemukan metode restorasi yang efektif di setiap daerah. Masyarakat dapat berperan dalam penyediaan bibit, penjagaan area, serta perawatan dan pemantauan tanaman,” ujarnya.

Selain itu, penanaman pohon harus seimbang dengan perawatan dan pemantauan yang berkesinambungan. Strategi ini harus melibatkan semua pihak untuk memastikan keberhasilan restorasi habitat.

BACA JUGA: Celour, Cat Dinding dengan Kemampuan Menyerap Karbon

Namun, Arief juga menekankan perlunya penelitian mendalam untuk memahami penyebab penurunan fungsi penyerapan karbon. Penelitian ini penting untuk menentukan apakah faktor yang berkontribusi berasal dari internal pohon atau dari eksternal, seperti perubahan iklim.

“Laporan mengenai gelombang panas, serangan serangga, dan kebakaran menunjukkan bahwa banyak hal dapat menghambat kemampuan pohon dalam menyerap karbon,” kata Arief.

Menurutnya, di Indonesia, sangat penting untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mungkin menghambat penyerapan karbon. Penting juga untuk melakukan aksi di wilayah yang memiliki potensi untuk memulihkan ekosistem.

“Saat ini, masih banyak yang perlu kita lakukan untuk mencapai tujuan tersebut,” ujarnya.

Laut sebagai Penyerap Karbon Melemah

Sementara itu, dengan menurunnya ketahanan Amazon dan kekeringan di beberapa wilayah tropis, kondisi panas di hutan utara turut menyebabkan penurunan penyerapan lahan pada tahun 2023. Fenomena ini berkontribusi pada lonjakan karbon di atmosfer.

“Pada tahun 2023, akumulasi CO2 di atmosfer sangat tinggi. Ini menunjukkan penyerapan yang sangat rendah oleh biosfer terestrial,” kata peneliti di The French Laboratory of Climate and Environmental Sciences, Philippe Ciais.

Ia menambahkan bahwa di belahan bumi utara yang tempat penyerapan CO2 lebih dari setengahnya, para peneliti telah mencatat tren penurunan selama delapan tahun.

Sementara itu, lautan—penyerap CO2 terbesar di alam—telah menyerap 90% pemanasan akibat bahan bakar fosil dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu laut. Penelitian juga menemukan tanda-tanda bahwa kemampuan lautan sebagai penyerap karbon mulai melemah.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak studi telah membahas bagaimana dunia bisa meningkatkan penyerapan karbon oleh hutan dan ekosistem alami. Namun, para peneliti menegaskan bahwa tantangan utama adalah melindungi tempat-tempat yang sudah menyimpan karbon. Ini berarti kita perlu menghentikan penggundulan hutan, mengurangi emisi, dan menjaga kesehatan ekosistem yang ada.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top