LONDON, 16 November 2017 – Ancaman perubahan iklim dan nuklir saling terkait erat dan harus diatasi secara bersamaan, jelas ahli asal AS. Peringatan tersebut berasal dari kelompok kerja yang diketuai oleh Center for Climate and Security (CCS), institut kebijakan publik yang terdiri dari ahli keamanan dan militer (banyak yang berasal dari angkatan bersenjata), dalam laporan yang menawarkan kerangka untuk memahami dan mengatasi masalah tersebut secara bersamaan.
Laporan tersebut dipublikasikan pada Pertemuan Iklim Tingkat Tinggi PBB tahun ini di Bonn, bersamaan dengan tur Asia dari Presiden Trump, yang mana isu senjata nuklir semakin mengemuka.
Profesor Christine Parthemore, mantan penasihat untuk departemen pertahanan AS yang juga sebagai salah satu ketua kelompok kerja tersebut. Parthemore mengatakan kepada Climate News Network:
“Dampak simultan dari perubahan iklim, tekanan sosial atau ekonomi, dan tantangan keamanan dapat meningkatkan dampak dari konflik antara negara yang memiliki senjata nuklir, meskipun konflik tersebut berasal dari kesalahan perhitungan atau mispersepsi. India dan Pakistan menjadi kekhawatiran utama.
“Mereka masih berurusan dengan isu air, bencana alam, terorisme, dan tekanan lainnya. Saat yang bersamaan, tipe senjata nuklir yang sedang dikembangkan dan kebijakan terhadap senjata tersebut meningkatkan ketegangan antar dua negara.
“Grup kami mempercayai bahwa ini resep untuk tidak hanya meningkatkan konflik tapi juga meningkatkan risiko konflik nuklir.
“Gambaran besarnya: rezim nonproliferasi nuklir dan perjanjian internasional perubahan iklim membantu mempertahankan tatanan global. Mereka menstabilkan kekuatan dan jika kita tidak melanjutkan untuk memperkuat kedua hal tersebut, kita akan melihat lingkungan keamanan global yang tidak bisa diprediksi.
“Hal ini sangat berbahaya terutama saat ini saat beberapa negara menjadi aktif memamerkan kekuatan nuklir ke satu sama lain. Korea Utara menjadi negara yang paling aktif.”
Para penulis mengatakan bahwa negara seperti Nigeria, Yordania, Mesir dan Arab Saudi sedang mengatasi masalah internal, termasuk iklim, ekonomi, keamanan, dan tuntutan lingkungan di saat mereka juga mengejar energi nuklir.
Keselamatan reaktor nuklir
Banglades sedang menghadapi masalah kenaikan muka laut dan perubahan pola gleyser Himalaya, sekaligus dengan terorisme dan overpopulasi. Laporan tersebut mengatakan bahwa tekanan-tekanan tersebut dapat memengaruhi keamanan dan keselamatan dari reaktor nuklir yang dibangun di negara tersebut dengan dukungan Russia.
Laporan tersebut mengatakan bahwa panas ekstrem, kenaikan muka air laut dan bencana alam sudah mempengaruhi stasiun dan dapat merobohkan instalasi nuklir di negara yang sudah kekurangan listrik dan menghadapi tekanan sosial dan politis. Dilema yang sama akan dihadapi saat menangani senjata nuklir.
Kekhawatiran terkait keamanan dan proliferasi nuklir membantu negara-negara tersebut untuk mengandalkan bahan bakar fosil dan mempertahankannya, “membuatnya semakin berbahaya, dan skenario ‘bisnis seperti biasa’ menjadi lebih diterapkan”. Lebih lanjut, penduduk akan dipaksa untuk bermigrasi akibat perubahan iklim dan faktor lainnya yang bisa mempengaruhi stabilitas keamanan dan nuklir.
Laporan tersebut menyatakan pentingnya untuk membangun teknologi untuk membantu negara-negara yang mempromosikan energi nuklir, termasuk desain keselamatan reaktor, sistem keamanan modern dan pengawasan dan kemampuan modeling perubahan iklim yang kuat.
Risiko baru
Hal ini menjadi kritis di saat potensial krisis regional di mana keamanan, iklim dan risiko nuklir harus bisa ditangani secepatnya: Asia Selatan, Timur Tengah, Laut Cina Selatan, Afrika Tengah dan Utara.
Laporan tersebut menyatakan banyaknya bukti yang mengatakan bahwa tantangan keamanan yang beragam, tren iklim dan isu nuklir dikombinasikan menjadi cara baru dan berpotensial dengan risiko tinggi. Memetakan kompleksitas ini merupakan hal yang kritis untuk melindungi kepentingan keamanan AS, tidak hanya di negara-negare tersebut, tapi juga di seluruh Indo-Asia Pasifik dan Eropa.
Hal ini mendorong AS untuk membangun rencana realistik, komunikasi lebih baik tentang risiko nuklir dan iklim, serta pendidikan bagi pembuat kebijakan terkait dengan cara praktis untuk bisa melindungi Amerika menghadapi tantangan tersebut.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa para pemimpin AS harus bisa mendorong keterlibatan publik dan pembuat kebijakan atas risiko konflik nuklir dan perubahan iklim dan harus menyampaikan risiko tersebut pada bahasa yang bisa dipahami oleh publik, misalnya menitikberatkan pada cara menurunkan ancaman terkait dengan infrastruktur yang lemah. – Climate News Network