Jakarta (Greeners) – APP Sinarmas Group melalui anak perusahaannya, PT Arara Abadi dan PT Indah Kiat Pulp and Paper, diduga menebang hutan alam, membuka lahan gambut, hingga menampung kayu alam ilegal. Jikalahari dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) telah melaporkan dugaan tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis (7/3).
“Laporan ini berdasarkan temuan investigasi Jikalahari pada Februari 2024. Hal itu terkait penebangan hutan alam dan pembukaan lahan gambut oleh PT Arara Abadi di areal kerja sama dengan Koperasi Tani Sejahtera Mandiri dengan skema Hutan Rakyat,” kata Manager Advokasi dan Kampanye Jikalahari, Arpiyan Sargita lewat keterangan tertulisnya.
Jikalahari menemukan PT Arara Abadi menebang hutan alam seluas 376, 80 hektare (berdasarkan analisis GIS). Penebangan hutan terdiri atas 60,36 hektare berada di Fungsi Hutan Produksi (HP). Seluas 316,44 hektare berada di areal penggunaan lain (APL) di Kabupaten Indragiri Hilir. Padahal, skema hutan rakyat hanya dapat dilakukan di APL.
BACA JUGA: Pembukaan Lahan Ilegal di Habitat Satwa Liar Terus Terjadi
Pada lokasi pertama APL, berdasarkan pengamatan menggunakan pesawat drone, terdapat areal bukaan seluruhnya telah tertanami akasia berumur sekitar dua minggu. Pertama, penanaman akasia rapi dan dengan kanal yang membuat blok. Kemudian, terdapat camp pekerja sebanyak dua menggunakan tenda terpal biru.
Sementara itu, di lokasi kedua hutan produksi, pembukaan hutan alam ini tepat berada di sempadan konsesi PT Riau Indo Agropalma (PT RIA) dan hanya berbatasan dengan kanal selebar 6 meter. Di lokasi ini masih terdapat log kayu sisa yang tidak diangkat dengan panjang 10 meter dan diameter 40 cm. Bahkan, ada sisa-sisa pohon lain yang berserakan.
“Tim juga menemukan satu unit eskavator untuk menumbang kayu alam dan membuka kanal di lokasi tersebut,” tambah Apriyan.
Kayu Alam Masuk ke Pabrik PT IKPP
Berdasarkan informasi masyarakat, kayu alam yang sudah ditebang dibawa oleh PT Arara Abadi. Dugaan Jikalahari, kayu alam ini masuk ke pabrik pulp and paper PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) grup APP Sinarmas. Sebab, PT Arara Abadi merupakan salah satu pemasok bahan baku PT IKPP.
Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan ICEL, Difa Shafira mengatakan, dari temuan Jikalahari, setidaknya terdapat dua dugaan tindak pidana oleh PT Arara Abadi.
“Pertama terkait temuan alat yang lazim untuk menebang, memotong, atau membelah pohon. Kemudian, yang kedua terkait pembalakan liar,” kata Difa.
Menebang Kayu Alam Tindakan Ilegal
Praktik penebangan hingga menampung kayu alam oleh PT Arara Abadi dan KTSM merupakan praktik ilegal. Hal ini merujuk Pasal 171 ayat (1) huruf D. Pasal tersebut menyatakan bahwa pemegang perizinan usaha pengolahan hasil hutan dilarang menadah, menampung, atau mengolah bahan baku hasil hutan yang berasal dari sumber bahan baku yang tidak sah (ilegal).
Dampak dari pelanggaran ini, PT Arara Abadi bisa terkena sanksi administrasi berupa teguran tertulis, denda
administratif, pembekuan perizinan berusaha atau operasional kegiatan, dan pencabutan perizinan berusaha. Jikalahari pun mendesak Menteri LHK Siti Nurbaya memberi sanksi administratif berupa pencabutan perizinan berusaha.
BACA JUGA: Telapak Jatim dan Ecoton Tolak Penebangan Hutan di Jombang
“KLHK mengawasi dan mengevaluasi hutan hak yang menjadi kerja sama dengan korporasi tanaman industri untuk pulp and paper. Sebab, diam-diam hutan alam ditebang oleh pihak ketiga yang bekerja sama dengan perusahaan. Ini modus korporasi dengan mudah lepas dari tanggung jawab bila terjadi kejahatan,” kata Koordinator Jikalahari, Made Ali.
APP Group Lakukan Investigasi Internal
Manajemen App Group telah menginvestigasi internal terkait tudingan APP dan pemasoknya menampung dan memanen hasil hutan yang berasal dari sumber ilegal. Investigasi memastikan bahwa tidak ada pasokan yang berasal dari sumber ilegal yang memasuki rantai pasokan PT Indah Kiat Pulp and Paper–Pabrik Perawang atau pabrik APP lainnya sejak Februari 2013.
“Dalam penyelidikan awal, kami menemukan pelanggaran oleh salah satu mitra pemasok kami, PT RIA. Sebab, tidak melaporkan kepada APP mengenai konversi batas konsesi seluas 57 hektare yang dapat berdampak pada High Conservation Value (HCV) akibat perubahan Tata Batas Luar dan pengembangan kawasan baru tersebut,” ujar Chief Sustainability Officer APP Group, Elim Sritaba.
Oleh karena itu, APP Group meminta PT RIA untuk segera menghentikan operasional pembukaan lahan baru. Selanjutnya, APP Group akan melakukan investigasi ke lapangan dalam waktu dekat untuk memverifikasi hal tersebut.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia