Jakarta (Greeners) – Kasus kematian gajah di Riau kembali terulang. Kali ini, anak gajah berjenis kelamin betina anggota Flying Squad dengan nama Tino ditemukan mati di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau. Anak gajah berusia dua tahun ini ditemukan tak bernyawa oleh Erwin Daulay, mahout atau pawang dari tim Elephant Flying Squad, tidak jauh dari induknya.
“Pagi itu, Tino dan induknya, Ria, akan dipindahkan dari lokasi tambatannya ke tempat pemandian. Namun saat ditemukan, Tino dalam posisi tersungkur sekitar 10 meter dari induknya yang terus memandangi Tino,” jelas Erwin seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Selasa (24/11).
Dari pemeriksaan dokter hewan yang dipimpin oleh drh. Muhclisin dari Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan dan kerusakan pada fisik gajah. Ia menyatakan di dalam usus Tino terdapat ruam-ruam merah yang diduga akibat penumpukan gas pada usus.
“Penyebabnya ini ada banyak faktor. Salah satunya bisa disebabkan karena terlalu banyak mengonsumsi rumput muda,” terangnya.
Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo Ir. Tandya Tjahjana, M.Si , menyatakan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) telah diturunkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap jasad Tino. Pemeriksaan dimulai dari lokasi ditemukannya bangkai Tino. Namun, laporan dari Petugas PPNS dan kesimpulan sementara dokter hewan yang melakukan nekropsi, tidak ditemukannya tanda-tanda yang mencurigakan.
“Untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian Tino, kami mengirimkan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium ke Balai Veteriner Bukit Tinggi,” tambahnya.
Gajah Tino, dikatakan oleh Kepala Bidang Teknis Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Lukita Awang Nistyantara, S.Hut. Msi adalah kematian kali kedua dari anggota Flying Squad, setelah sebelumnya anak gajah bernama Nela ditemukan mati pada Mei 2015 lalu.
“Kejadian ini adalah pelajaran berharga bahwa tantangan konservasi gajah masih sangat tinggi untuk menjaga keberlangsungan hidup gajah di Sumatera,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Tino merupakan anak keempat dari tim Flying Squad, kerjasama WWF Indonesia, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dan Balai Taman Nasional Tesso Nilo. Tino lahir pada tanggal 7 Agustus 2013. Para mahout menamainya Tino yang berasal dari bahasa lokal “betino” yang artinya perempuan karena tingkah lakunya yang kalem.
Menurut catatan WWF, sepanjang 2015, sedikitnya terdapat sembilan kasus kematian gajah di Riau. Empat individu diantaranya merupakan korban perburuan yang mana tujuh pelakunya ditangkap oleh Polda Riau pada Februari 2015, tiga individu mati di konsesi PT. RAPP di sekitar Tesso Nilo, serta dua anak gajah Flying Squad yakni Nela dan Tino.
Penulis: Danny Kosasih