Jakarta (Greeners) – Akhirnya pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan Peta Hutan Adat Dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I sebagai pengakuan resmi terhadap masyarakat hukum adat dan hutan adat sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 18B. Penetapan ini bertujuan untuk menjamin usulan-usulan di daerah yang telah memiliki subjek dan objek masyarakat hukum adat serta diakuinya masyarakat adat sebagai identitas yang jelas.
Melalui SK nomor 312/MenLHK/Setjen/PSKL.1/4/2019 yang dikeluarkan pada tanggal 29 April 2019, Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan telah menetapkan tentang Peta Hutan Adat Dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I dengan skala 1 : 2.000.000 secara berkala dan kumulatif setiap tiga bulan.
Dalam SK ini Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I ditetapkan seluas ± 472.981 hektare, yang terdiri dari hutan negara seluas ± 384.896 ha, areal penggunaan lain seluas ± 68.935 ha dan hutan adat seluas ± 19.150 ha. Namun pada data terbaru sampai 27 Mei 2019 dengan adanya penerbitan SK baru, luas total hutan adat menjadi 22.193 ha.
“Atas berbagai dukungan para ahli, pakar dan aktivis, kita bisa menetapkan hutan adat sampai fase saat ini dengan perincian pada tahun 2016 sampai dengan 2018 dilaporkan sebanyak 33 unit hutan adat seluas ± 17.323 ha. Kemudian hingga April 2019 telah ditetapkan 16 unit hutan adat seluas ± 4.870 ha, sehingga totalnya menjadi 49 unit seluas ± 22.193 ha dan pencadangan hutan adat seluas ± 5.172 ha,” kata Siti dalam acara Peluncuran Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase 1 di Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta, Senin, (27/05/2019).
BACA JUGA: 5 Tahun Dicanangkan, Realisasi TORA Capai 2,4 Juta Hektare
Siti mengatakan penetapan ini memberikan jaminan dan upaya percepatan atau pencantuman hutan adat dari pemerintah melalui proses verifikasi subjek dan objek ditingkat lapangan. Penetapan ini juga untuk memfasilitasi penyelesaian konflik ruang dengan para pihak pemegang izin dan klaim pihak ketiga, serta mempercepat penerbitan Peraturan Daerah.
“Keluarnya SK ini bisa menyelesaikan banyak hal, khususnya dalam penyelesaian konflik di masyarakat adat dan perhutanan sosial secara umum. Pada dasarnya masyarakat adat diberi identitas dan mempunyai orientasi, akses dan difasilitasi oleh negara,” ujarnya.
Mengenai penerbitan Perda untuk menguatkan status hutan adat, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Bambang Supriyanto mengatakan bahwa pihaknya akan segera bersurat kepada para gubernur guna mendukung percepatan hutan adat melalui fasilitasi percepatan penerbitan Perda dan/atau produk hukum daerah lainnya.
Atas terbitnya SK tentang Peta Hutan Adat ini, Direktur Perkumpulan Huma Indonesia, Dahniar Andriani mengatakan bahwa pihaknya melihat sudah ada upaya nyata dari pemerintah untuk mempercepat penetapan hutan adat. “Salah satunya melalui revisi peraturan dan penyiapan baseline data hutan adat yang bisa ditetapkan” kata Dahniar.
BACA JUGA: DPR Belum Terima Daftar Inventaris Masalah, RUU Masyarakat Adat Menggantung
Sebagai informasi, hutan adat merupakan salah satu bentuk dari perhutanan sosial yang sampai saat ini secara keseluruhan telah dilakukan penetapan seluas lebih kurang 3.073.675,98 ha. Kawasan perhutanan sosial ini terdiri dari hutan desa seluas 1.324.720,21 ha, hutan kemasyarakatan seluas 637.865,82 ha, hutan tanaman rakyat seluas 338.105,68 ha, hutan adat seluas 472.981,22 ha, dan kemitraan kehutanan yang terdiri dari Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) seluas 274.188, 46 ha, dan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) seluas 25.814,59 ha. Penetapan perhutanan sosial tersebut meliputi 5.615 lokasi dengan jumlah 662.333 kepala keluarga (KK).
Penulis: Dewi Purningsih