Ada Dugaan Badak Najaq Mati Karena Sebab Lain

Reading time: 2 menit
Sempat diselamatkan, badak sumatera "Najaq" mati karena infeksi. Foto: WWF Indonesia & KLHK

Jakarta (Greeners) – Kasus kematian Najaq, Badak Sumatera yang mati setelah 16 hari ditemukan di Kutai Barat, Kalimantan Timur diduga bukan hanya karena infeksi akibat jerat tali yang melilit kaki kiri belakangnya. Ketua Yayasan Badak Indonesia (YABI) Widodo Ramono berharap tindakan autopsi yang tengah dilakukan oleh tim dokter akan mengungkap penyebab pasti kematian badak yang telah dianggap punah di Kalimantan ini.

“Kita masih cari tahu apa ada kemungkinan-kemungkinan lain penyebab kematian dari badak sumatera ini,” katanya kepada Greeners di Jakarta, Rabu (06/04).

Terkait luka akibat jerat tali di kaki yang mengakibatkan infeksi tersebut, dijelaskan Widodo, luka tersebut sudah lama. Kondisi itu terlihat sejak Najaq pertamakali tertangkap kamera jebak milik WWF Indonesia yaitu sekitar tanggal 20 Oktober 2015.

“Badak itu seperti traktor, dia terlihat tidak apa-apa, padahal menahan sakit. Bisa saja tiba-tiba dia bisa mati saat sedang berjalan,” tambahnya.

Widodo juga mengakui bahwa banyak sekali perhatian dari dunia untuk konservasi badak sumatera ini. Menurutnya, harus ada edukasi dan pendekatan kepada masyarakat yang masih menganggap bahwa menjerat satwa adalah sebuah kebiasaan dalam berburu. Karena, katanya, penemuan badak Sumatera di Kalimantan adalah suatu hal yang istimewa. Hingga saat ini saja, diperkirakan hanya ada 100 ekor populasi badak sumatera di seluruh dunia.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Dahono Adji menambahkan bahwa tindakan autopsi yang dilakukan oleh tim dokter harus dilakukan terhadap satwa langka dilindungi yang telah mati sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“Saat ini tim dokter khusus akan melakukan autopsi, akan dikirim hasilnya ke laboratorium supaya ini bisa jadi bahan peneitian ilmiah untuk para ilmuwan yang membutuhkan,” tuturnya.

Direktur Program Sumatera-Kalimatan WWF Indonesia Anwar Purwoto menuturkan, dengan matinya badak Najaq, maka saat ini terdeteksi ada 14 sisa badak Sumatera di Kalimantan Timur di dua kantong habitatnya.

“Jadi sama Najaq, ada 15 badak yang terdeteksi. 12 ekor badak sumatera di kantong habitat 1 yaitu di Utara, dan 3 ekor termasuk Najaq ada di kantong habitat 3, di Selatan. Untuk yang kantong habitat 2 masih belum ada survei identifikasi berapa banyak, tapi ada kemungkinan di sana ada badak sumatera juga, karena sumber info ada di sana. Sedangkan yang tersisa di kantong 3 itu ada dua ekor dan saat ini sedang dalam kondisi habitat terdesak. Di kantong satu jauh lebih baik karena sebagian besar merupakan hutan lindung dan ada produksinya juga,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top