Jakarta (Greeners) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa dalam kurun waktu enam bulan atau terhitung sejak Februari hingga Juli 2014, hotspot atau titik api yang terjadi di beberapa wilayah rawan kebakaran hutan lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho memaparkan, menurut data titik api dari Satelit NOAA, pada 2002-April 2014 menunjukkan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah aktivitas pembakaran. Lebih dari 70% kebakaran terjadi di luar kawasan hutan.
“Selain itu, memang selama Agustus 2014 cuaca makin kering, hingga menyebabkan potensi kebakaran semakin tinggi. Tapi, adanya pembakaran hutan juga menyebabkan api makin tidak terkendali,” terang Sutopo, Jakarta, Senin (22/09).
Sutopo menambahkan, siklon tropis Kalmaegi yang terjadi di timur Filipina juga ikut menyebabkan asap dari Sumatera Selatan dan Riau menyebar ke Singapura dan Malaysia. Sedangkan asap dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat sudah mulai masuk ke Serawak, Malaysia, pada 13-14 September 2014.
Dampak yang terjadi, tambahnya, kualitas udara di Singapura pun semakin menurun ke tingkat sedang dan tidak sehat. Begitu juga dengan kualitas udara di Riau yang saat ini masuk dalam kadar tidak sehat dengan jarak pandang hanya satu kilometer.
“Bahkan ada juga yang hingga 20 meter. Ini sangat mengganggu masyarakat,” jelasnya.
Sebagai informasi, aktivis lingkungan Greenpeace sebelumnya telah menggelar aksi keprihatinan dengan menempatkan karangan bunga di lahan gambut yang rusak akibat kebakaran lahan di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, pada Senin (15/9).
Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting menyatakan, banyaknya kebakaran hutan yang menyebabkan lahan gambut menjadi kering dan rusak, lebih dikarenakan adanya aktivitas pembukaan lahan dengan menggunakan kanal-kanal dengan tujuan mengubah lahan gambut tersebut menjadi wilayah perkebunan.
“Saya melihat ada aktivitas-aktivitas pembukaan lahan seperti ini pada beberapa kasus kebakaran hutan kita, jadi bukan murni hanya karena kekeringan,” ujar Longgena saat dihubungi oleh Greeners, Jakarta, Rabu (17/09) lalu.
(G09)