Jakarta (Greeners) – Wash Specialist United Nations Children’s Fund (UNICEF) Indonesia Maraita Listyasari mengungkapkan, 70 % sumber air minum rumah tangga di perkotaan di Indonesia tercemar limbah tinja.
“Ini agak menyedihkan ya karena betul, studinya dari Kementerian Kesehatan,” katanya dalam sebuah acara baru-baru ini.
Temuan itu berangkat dari studi pengukuran kualitas air minum pada sekitar 25.000 rumah tangga di 34 provinsi. Hasilnya, 70 % dari sampel tersebut terindikasi adanya pencemaran tinja.
Maraita juga menyebut hampir 80 % rumah tangga di Indonesia yang telah memiliki toilet. Namun hanya 7 % yang limbah tinjanya yang terolah dengan baik sehingga tidak mencemari lingkungan.
“Kami melihat walaupun hampir 80 % rumah tangga di Indonesia telah memiliki toilet tetapi hanya 7 % saja yang limbah tinjanya yang diolah dengan aman. Sehingga dapat kembali ke lingkungan tanpa menyebabkan risiko pencemaran baik air tanah di sekitar maupun lingkungannya.” paparnya.
Tercemarnya sumber air ini karena sanitasi yang buruk. Dampak buruk dapat terjadi apabila air tersebut masuk ke dalam tubuh manusia.
“Dampaknya terjadi penyakit yang kemudian masuk ke dalam tubuh manusia akibat dari tinja tersebut.” ujarnya.
Waspada Dampak Air Tercemar Tinja
Senada dengan Maraita, Pakar Tata Kelola Air Universitas Indonesia Firdaus Ali menyampaikan ada dua hal yang menyebabkan sumber air rumah tangga tersebut tercemar limbah tinja.
“Pertama karena minimnya prasarana dan sarana sanitasi yang memenuhi standar. Kedua, masih cukup banyak masyarakat yang buang air besar di badan-badan air,” kata Firdaus kepada Greeners, Sabtu (22/10).
Firdaus menyebut, kota seperti Jakarta dengan beban populasi nyata hampir 13 juta jiwa, hanya 4 % dari limbah cair domestiknya yang disalurkan melalui jaringan pipa air limbah atau sewerage. Sementara sisanya masih menggunakan septic tank, cubluk dan badan air.
“Akhirnya sebagian besar masyarakat terpaksa mengambil air tanah, khususnya air tanah dangkal yang sangat rentan terkontaminasi oleh limbah domestik seperti tinja. Ini sudah pasti mengancam kesehatan masyarakat dan juga bisa menyebabkan terjadinya stunting,” jelasnya.
Bangun Jaringan Perpipaan
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, Firdaus menyarankan perbaikan dan percepatan pembangunan sarana air bersih perpipaan dan sarana sanitasi jaringan perpipaan (sewerage).
“Sehingga seluruh kebutuhan air bersih atau minum masyarakat dipenuhi dari jaringan perpipaan bukan dari air tanah yang rentan tercemar,” tegasnya.
Selain itu, ia imbau masyarakat agar tidak membuang limbah baik padat maupun cair ke badan air yang juga merupakan sumber air baku untuk air minum.
“Kalaupun terpaksa minum air tanah karena belum ada akses air perpipaan, usahakan masak dulu. Dan dalam saat bersamaan memastikan septik tank milik mereka dan juga milik tetangga tidak bocor mencemari sumur air,” tandasnya.
Penulis : Fitri Annisa
Editor : Ari Rikin