6 Provinsi Tetapkan Status Siaga Darurat Kebakaran

Reading time: 3 menit
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran lahan. Foto: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB

Jakarta (Greeners) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat enam provinsi telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Wilayah tersebut di antaranya Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Penentuan status tersebut dimulai sejak Februari hingga November 2020 dan berbeda untuk tiap wilayah.

Hingga kemarin (24/8), berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2020), dampak karhutla di enam provinsi tersebut paling luas berada di Riau yakni 14.939 hektare, Kalimantan Barat, 2.500 hektare, Kalimantan Tengah, 1.459 hektare, Sumatera Selatan, 678 hektare, Jambi 262 hektare, Kalimantan Selatan, 128 hektare. Total luas keseluruhan mencapai 19.966 hektare.

Penanganan karhutla menggunakan beberapa parameter seperti hot spot, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), jumlah penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), jarak pandang atau visibilitas, dan periode musim kemarau.

Baca juga: Beruang Kutub Diprediksi Punah di Tahun 2100

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati mengatakan untuk mencegah karhutla, lembaganya mendorong pengembangan pengetahuan, pemahaman, dan kapasitas pengelolaan hutan maupun lahan. Potensi ekonomi lokal dan pengolahan hasil produksi hutan maupun lahan, kata dia, digerakkan agar bernilai tambah.

“Beberapa langkah teknis juga diupayakan, yakni monitoring sistem peringatan dini melalui informasi Fire Danger Rating System (FDRS) dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pantauan titik panas dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), maupun ketinggian muka air di lahan gambut dari BRG,” ujar Raditya, pada rilis resmi, Senin, (24/08/2020).

Karhutla

Petugas meninjau wilayah yang terbakar di Saripoi, Kalimantan Tengah, pada Minggu. 23 Agustus 2020. Foto: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB

Perbedaan Data Titik Panas (Hot Spot)

 Sebelumnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan bahwa rujukan utama informasi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia ialah SiPongi atau aplikasi pendeteksi kebakaran hutan. Inovasi tersebut dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK yang dapat diakses publik secara langsung. Sistem informasi tersebut menjadi dasar untuk mencegah terjadinya karhutla melalui pendeteksian dini titik panas.

Menurut data SiPongi per 24 Agustus 2020, titik panas yang berada di seluruh Indonesia mencapai 65 buah berdasarkan Level High Confidence. Sedangkan, menurut LAPAN terdapat 1.052 titik panas yang terdiri dari 42 high confidence, 899 medium confidence, dan 111 low confidence.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University, Bambang Hero Saharjo mengatakan rujukan data titik panas antara SiPongi dan LAPAN berbeda. Menurutnya aplikasi dari KLHK itu hanya menampilkan data high confidence. Sedangkan LAPAN menampilkan data dari tingkat rendah, menengah, dan tinggi.

“SiPongi ini tidak memedulikan yang kuning-kuning (medium confidence). Padahal kalau dilihat level titik panas ini satu manajemen penanganannya. Ketika ada peningkatan suhu itu mengingatkan kita. Harusnya siPongi yang menjadi rujukan, tapi bagaimana kalau faktanya seperti ini (ada perbedaan data),” ujarnya.

Baca juga: Limbah Domestik dan Sampah Plastik Turunkan Kualitas Air Kali Surabaya

Untuk mencegah karhutla, kata dia, tidak hanya sebatas jargon, melainkan juga menjalankan program dengan benar. “Lakukan audit tidak hanya kepada korporasi, tapi kepada pemerintah administrasi kabupaten dan kota,” ucapnya.

Saat ini penanggulangan karhutla oleh pemerintah berfokus pada penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dan diarahkan menjadi salah satu solusi permanen pengendalian kebakaran. Selain sebagai Analisis Iklim, TMC dipergunakan sebagai pengendalian operasional dan pengelolaan lanskap.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, Rhuanda Agung Suhardiman, menuturkan, dari segi biaya TMC jauh lebih murah dari water bombing. Ia menilai efektivitasnya juga jauh lebih tinggi dilihat dari peluang terjadinya hujan secara merata di sutu wilayah terutama yang rawan kebakaran.

“Sehingga kita bisa menjamin tinggi muka air gambutnya, agar tetap basah dan tidak mudah terbakar,” kata dia, dalam media briefing secara virtual, di Jakarta, Jumat, (14/8) lalu.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Pemberitahuan

Sebelumnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut bahwa dampak karhutla di enam provinsi tersebut paling luas berada di Sumatera Selatan, yakni 336.798 hektare, diikuti Kalimantan Tengah, 317.749 hektare, Kalimantan Barat, 151.919 hektare, Kalimantan Selatan, 137.848 hektare, Riau 90.550 hektare, dan Jambi 56.593 hektare. Data tersebut merupakan data akumulasi pada 2019.

Top