Jakarta (Greeners) – Sebanyak 59 % dari sampah plastik yang mengalir di sembilan muara sungai ke Teluk Jakarta adalah styrofoam berbentuk wadah makanan.
Fakta ini terungkap dari hasil penelitian Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kini menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dari penelitian itu mereka menyebut dari 18 kota utama Indonesia sebanyak 0,27 juta ton hingga 0,59 juta ton sampah masuk ke laut selama kurun waktu 2018. Sampah styrofoam adalah sampah yang mendominasi.
Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik mengatakan, untuk memutus sampah plastik, termasuk styrofoam tak cukup hanya membersihkannya.
Harus mendesak dan mengedukasi berbagai elemen masyarakat. Termasuk produsen dan pelaku usaha untuk tidak lagi menggunakan styrofoam.
“Upaya terbaik bukan hanya bersih-bersih pantai tapi bagaimana menghindari, mencegah styrofoam ini dari pelaku usaha dan produsen. Kita dorong dan desak mereka,” katanya dalam Webinar The Antheia Project X Energel.Id: Generasi Muda Membangun Perilaku Sustainable Living dengan #SayNoToStyrofoam, Minggu (19/12).
Dalam hal ini pemerintah terus mendorong produsen agar mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Salah satunya, pemerintah akan menghilangkan secara bertahap (phase out) sejumlah produk dan kemasan plastik sekali pakai.
“Karena aturannya sudah jelas. Pada 30 Desember 2029 itu batas terakhir pemakaian styrofoam di rumah makan, restoran, kafe dan hotel,” ucap Ujang yang akrab disapa Uso.
Ia menyebut, secara material bahan styrofoam semacam plastik. Adapun kandungannya yaitu benzene dan styrene. Ia menyebut, pembakaran styrene akan menghasilkan gas yang berbahaya bagi kesehatan.
Tahun 2029 Tidak Ada Lagi Kemasan Styrofoam
Peraturan Menteri KLHK Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen menjabarkan berbagai produk kemasan plastik yang akan phase out. Kemasan itu antara lain styrofoam, kemasan berbahan plastik PVC dan PS, sedotan plastik, kemasan sachet kurang dari 50 ml atau 50 gram. Selain itu juga alat makan dan minum sekali pakai serta kantong belanja plastik.
Pemerintah juga meminta produsen untuk melakukan desain ulang dengan menggunakan bahan guna ulang dan mudah didaur ulang.
Sampai Desember 2022 ini, sudah ada sebanyak 101 pemerintah kabupaten dan kota dan 2 provinsi yang telah melakukan percepatan implementasi Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 melalui kebijakan pembatasan plastik sekali pakai di daerah.
Gerakan Kaum Muda
Sementara, Co-Founder of The Antheia Project Ruhani Nitiyudo mengatakan, edukasi dan aksi nyata mengenai sustainable living perlu. Hal ini agar semakin banyak orang yang terlibat dan peduli pada alam.
Untuk itu, dukungan semua pihak termasuk generasi muda sangat penting. Melalui webinar ini, harapannya lebih banyak kaum muda yang terdorong untuk menjadi ‘Changemakers’ dalam membangun kehidupan yang berkelanjutan.
“Kami memulai dari gen Z dan generasi milenial terlebih dahulu. Karena kami yakin merekalah kini yang memegang peran besar untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat untuk ditempati,” ungkapnya.
Ia berharap para ‘Changemakers’ selalu menjaga optimisme hidup berkelanjutan. Caranya bisa mereka mulai dari langkah sederhana yaitu mengingatkan sesama untuk #SayNoToStyrofoam.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin