Jakarta – Hari ini, tepat 30 Maret 2023 menjadi peringatan pertama International Day of Zero Waste. Peringatan ini menjadi momentum menyuarakan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun mendorong gaya hidup minim sampah semakin masif di masyarakat.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 14 Desember 2022 lalu menetapkan International Day of Zero Waste diperingati setiap 30 Maret. Resolusi ini diusulkan oleh Turki dan 105 negara lainnya. Peringatan ini bertujuan untuk mengaungkan praktik berkelanjutan dan mendorong komunitas global untuk beralih ke prinsip ekonomi sirkular.
Manusia dunia menghasilkan sekitar 2,24 miliar ton limbah padat kota setiap tahunnya. Ironisnya, hanya 55 % yang berhasil terkelola. Selain itu setiap tahun, sekitar 931 juta ton makanan terbuang (food waste) dan sebanyak 14 juta ton sampah plastik mencemari ekosistem perairan. Sektor sampah berkontribusi secara signifikan terhadap hilangnya keanekaragaman hayati hingga krisis iklim.
Pada kesempatan International Day of Zero Waste ini, United Nation Environment Programme (UNEP) turut mendorong kolaborasi dan partisipasi multisektor untuk meningkatkan kesadaran zero waste.
Memulai dari Diri Sendiri
Terkait peringatan perdana ini, Direktur Penanganan Sampah Ditjen Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun KLHK Novrizal Tahar menyambut baik peringatan International Day of Zero Waste.
Ia berharap, peringatan ini memicu perubahan perilaku gaya hidup ramah lingkungan yang cepat dalam masyarakat. “Karena secara empirik dan esensi, zero waste itu sangat dapat diwujudkan dan dimulai dari diri dan rumah sendiri,” katanya kepada Greeners, Kamis (30/3).
Ia menegaskan, pemerintah saat ini gencar mengampanyekan gerakan membangun gaya hidup minim sampah. Gerakan ini terdiri dari lima hal. Pertama, membatasi penggunaan barang-barang sekali pakai. Kedua, belanja tanpa kemasan (bawa wadah belanja). Ketiga, pilah sampah di rumah. Keempat, menghabiskan makanan atau makan tanpa sisa. Kelima, komposkan sisa makanan atau sampah organik di rumah.
“Harapan kita ini menjadi embedded dalam karakter dan kultur orang Indonesia. Dengan demikian persoalan sampah sebagian besar sudah selesai di rumah atau pada diri sendiri,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati menyatakan, pentingnya pengelolaan sampah organik melalui pengomposan.
“Jika seluruh masyarakat Indonesia melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahunnya secara mandiri di rumah, maka 10,92 juta ton sampah organik tidak dibawa ke TPA,” katanya.
Upaya itu lanjutnya dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 6,834 juta ton CO2eq. Ia menegaskan bahwa sampah merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat.
Tak Ada Lagi Pembangunan TPA Baru
KLHK pun menargetkan tak ada lagi pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) baru pada tahun 2030 nanti. Ini menyusul optimalisasi pengelolaan sampah sebagai upaya mitigasi menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).
Lebih lanjut Vivien menyatakan, target tersebut bertujuan untuk mengurangi polusi, terutama sampah organik dan berimbas pada perubahan iklim.
“TPA menghasilkan gas metana dan emisi gas rumah kaca. Tahun 2030 kita tak lagi melakukan pembangunan TPA, dan pada 2040 tak akan ada lagi TPA,” ucapnya.
Negara-negara maju, seperti Denmark, tempat penampungan akhir hanya menampung enam persen karena sampahnya bisa mereka kelola. Menurut Vivien, Indonesia seharusnya bisa melakukan hal serupa.
Penurunan Emisi dari Sektor Sampah
Pemerintah Indonesia telah menyampaikan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) pada 23 September 2022 yang meliputi target penurunan emisi GRK. Adapun targetnya naik dari yang semula 29 persen menjadi 31,89 persen oleh upaya sendiri (CM1) dan 41 persen menjadi 43,20 melalui dukungan internasional (CM2) pada tahun 2030 nanti.
Pada sektor limbah, tahun 2030 Indonesia menargetkan penurunan tingkat emisi GRK sebesar 40 Mton CO2eg (CM1) dan 43,5 Mton COzeg (CM2).
Vivien mengungkap, KLHK telah menyusun rencana aksi pencapaian zero waste and zero emission dari subsektor limbah padat domestik (sampah).
Dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2023, KLHK mendorong upaya serius penanganan dan pengelolaan sampah. Sampah yang tak terpilah dapat bermanfaat untuk diolah menjadi briket. Demikian pula sampah yang terpilah seharusnya bisa memberikan nilai dalam masyarakat.
Luruskan Definisi Zero Waste
Sementara itu, Dewan Pengarah Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) David Sutasurya mengatakan, momentum International Day of Zero Waste menjadi kesempatan untuk menyelaraskan definisi zero waste yang tepat.
Menurutnya, pengelolaan sampah tidak bisa asal dengan membakarnya, baik secara konvensional maupun dengan teknologi thermal. Selain itu perhatikan pula dampak samping dari aktivitas tersebut. Apakah misalnya menghasilkan abu, zat berbahaya beracun yang bisa membahayakan kesehatan dan lingkungan.
“Ini adalah pesan kami, sudah saatnya kita menggunakan definisi zero waste yang tepat,” imbuhnya.
Pemerintah Indonesia pun perlu mengimplementasikan pengertian zero waste yang tepat. Indonesia perlu mencontoh pengelolaan sampah negara-negara serumpun seperti di Kota San Fernando, Filipina. Negara ini berhasil mengurangi sampah ke TPA tanpa teknologi sebesar 87 %.
Sementara itu lanjutnya, Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen perlu penguatan.
“Karena berbicara plastik ini terkait dengan industri, perdagangan, dan pariwisata dan kita butuhkan koordinasi kementerian itu. Artinya kita butuh peraturan setingkat peraturan pemerintah,” tambah Direktur Eksekutif Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) ini.
David menyatakan, untuk mencapai zero waste 100 % masih menjadi tantangan untuk semua negara di dunia. Namun, paling tidak, pemerintah harus berperan aktif menuju zero waste.
Penulis: Ramadani Wahyu & Ari Rikin
Editor : Ari Rikin