Jakarta (Greeners) – Indonesia memiliki beragam buah tropis. Namun sayangnya, hampir 30 % masuk kategori food loss. Komoditas buah-buahan tersebut tergolong cepat rusak karena berumur pendek.
Di sisi lain, hilangnya pangan, termasuk hasil buah-buahan tropis nusantara dapat berdampak negatif terhadap keberlanjutan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian kolaboratif bersama Osaka University, Jepang untuk mengurangi kerugian dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
Kepala Pusat Penelitian Agroindustri BRIN, Mulyana Hadipernata menyatakan, buah-buahan tropis memberikan spektrum luas, nutrisi sehat dan memperkaya hidup dengan berbagai pengalaman sensorik yang menyenangkan. Namun komoditas ini sangat mudah rusak.
“Sekitar 33% hasil panen tidak pernah dikonsumsi. Karena produk ini secara alami memiliki umur simpan yang pendek sehingga menimbulkan kerugian ekonomi,” katanya dalam Webinar “Mengurangi Food Loss Buah Tropis di Indonesia,” Jumat (3/6).
Penerapan Teknologi Pascapanen untuk Tingkatkan Nilai Buah Indonesia
Hilangannya hasil dari buah-buahan tropis dapat ditangani dengan menerapkan teknologi penanganan segar dan pascapanen. Salah satu teknologi penanganan pascapanen Puslitbang Agroindustri hasilkan. Teknologi tersebut adalah teknologi pelapisan dari produk turunan kelapa sawit untuk memperpanjang umur simpan buah.
“Aplikasi pelapisan ini dapat memperpanjang umur simpan buah 2 hingga 4 kali lipat dibandingkan buah tanpa pelapisan. Kerugian buah dapat ditekan seminimal mungkin dan memberikan manfaat ekonomi bagi usaha buah,” jelasnya.
Adapun penelitian lain tentang pengurangan kehilangan buah yakni melalui studi kolaboratif dengan Osaka University. Kerja sama riset ini terkait karakterisasi mangga Indonesia dari aspek profil metabolisme dan sensorik. Data yang tim peroleh sangat penting untuk pengembangan industri buah mangga di masa yang akan datang.
Hilangnya Pangan Berdampak Negatif pada Lingkungan
Ketua Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari menyebut, hilangnya pangan baik dari segi kuantitas maupun kualitas berdampak negatif pada lingkungan.
“Besarnya dampak kehilangan pangan akan mempengaruhi tingkat pengolahan, pemurnian produk pangan, serta tahapan (hulu atau hilir) dalam rantai pasokan pangan. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas pangan menjadi hilang,” paparnya.
Ia menyorot efisiensi pasokan makanan untuk mengurangi kerugian justru tak sebanding dengan dampak kerugian lain. Seperti peningkatan penggunaan energi untuk mengawetkan produk.
“Hal ini pada akhirnya disumbangkan oleh daur ulang sumber daya yang lebih efektif. Persyaratan penyimpanan yang lebih rendah. Lalu jarak transportasi yang lebih pendek dan penggunaan energi yang lebih sedikit,” ungkapnya.
Namun solusi untuk mengurangi kerugian seringkali berujung pada peningkatan penggunaan energi, terutama untuk mengawetkan produk pangan.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin