Jakarta (Greeners) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat untuk terus mewaspadai kondisi cuaca dan potensi bencana jelang akhir tahun. Fenomena La Nina yang memicu peningkatan curah hujan meningkatkan potensi ancaman bencana hidrometeorologi. Memburuknya daya dukung lingkungan akan memperparah potensi bencana seperti banjir, longsor dan banjir bandang.
Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengungkapkan, dalam kurun waktu tahun 2016 hingga tahun 2020 telah terjadi 17.032 bencana di Indonesia. Bencana tersebut meliputi gempa bumi, banjir, tanah longsor, cuaca ekstrem hingga kebakaran lahan dan hutan (karhutla).
Abdul menambahkan, terdapat tujuh wilayah di Indonesia dengan frekuensi bencana paling tinggi. Ketujuh wilayah itu yakni Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.
“Tujuh kawasan ini memiliki frekuensi bencana paling tinggi dalam lima tahun terakhir. Frekuensi paling banyak itu ada di Jawa Tengah yaitu 4.201 kali kejadian. Hampir 95 % dari seluruh kejadian adalah bencana hidrometeorologi. Ini adalah frekuensi historis kejadian dalam lima tahun terakhir,” katanya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (3/12).
Selanjutnya, sepanjang tahun 2021 telah terjadi sebanyak 2.673 bencana alam di Indonesia meliputi gempa bumi, banjir, tanah longsor, puting beliung hingga kebakaran lahan dan hutan (karhutla). Dengan frekuensi bencana paling banyak terjadi di Jawa Barat yaitu 651 kejadian.
Jika dibandingkan kejadian bencana pada November 2021 mengalami kenaikan hingga 19,4 % menjadi sebanyak 424 kali. Sedangkan kejadian bencana pada November tahun lalu hanya sebanyak 355 kali.
La Nina, Curah Hujan di Indonesia Diprediksi Meningkat
Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab mengungkapkan, saat ini Indonesia masih dalam kondisi La Nina yang masih akan berlangsung hingga April-Juni 2022.
Adapun untuk analisis curah hujan bulanan, hampir seluruh wilayah di Indonesia sudah memasuki musim penghujan kecuali bagian timur dari Sulawesi Selatan dan Maluku yang akan memasuki musim hujan pada Februari-Maret 2022.
“Dari puncak musim hujan sendiri cukup beragam misalnya di sebagian besar Sumatera mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi antara bulan Desember puncak musim hujannya. Kemudian Sumatera Selatan, Lampung, sebagian besar Jawa itu antara Januari hingga Februari,” paparnya.
Di samping itu, terdapat fenomena atmosfer yang tengah BMKG amati seperti Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin dan gelombang Rossby. Fenomena tersebut dapat menyebabkan curah hujan meningkat pada dasarian I Desember ini.
“Ada beberapa fenomena atmosfer juga kita amati seperti MJO, Kelvin, Rossby. Saat ini di dasarian I Desember, fenomena-fenomena ini cukup aktif terjadi di wilayah Indonesia sehingga berpotensi meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia,” jelasnya.
Selain itu, BMKG melalui Jakarta Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) juga terus memantau fenomena siklon tropis. Menurut BMKG pada November 2021 hingga April 2022 merupakan periode pertumbuhan siklon tropis. Terakhir pada 1 Desember kita ada pertumbuhan siklon tropis Teratai di sebelah selatan Jawa.
BNPB Antisipasi dan Tanggulangi Bencana
Kepala Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BNPB Bambang Surya Putra menjelaskan berbagai upaya BNPB lakukan menghadapi dampak La Nina dan banjir di Indonesia.
Upaya tersebut meliputi pemasangan alat early warning system (EWS) pada 2021. Tujuh EWS ini terpasang di Kabupaten/Kota Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo. Selain itu BNPB juga meningkatkan sinergi dengan BMKG untuk diseminasi informasi peringatan dini bencana akibat La Nina.
Selanjutnya memperkuat dukungan pengendalian operasi Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi dan Kab/Kota. Kemudian memastikan adanya persiapan dini terkait sumber daya manusia, logistik, peralatan hingga fasilitas pelayanan kesehatan dan melakukan penguatan pentahelix.
“BNPB juga telah memberikan dana siap pakai untuk operasional kegiatan penanganan darurat pada beberapa wilayah terdampak bencana banjir dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Dana siap pakai itu terdiri dari Kabupaten Sintang Rp 750 juta untuk BPBD Rp 500 juta dan Kodim Rp 250 juta. Lalu untuk Kabupaten Melawai Rp 500 juta, Kabupaten Sekadau Rp 250 juta. Kemudian untuk Kabupaten Sanggau Rp 250 juta, Kabupaten Katingan Rp 500 juta, Kabupaten Pulang Pisang Rp 500 juta, serta Kabupaten Hulu Sungai Tengah Rp 250 juta.
Penulis : Fitri Annisa