Jakarta (Greeners) – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa saat ini terdapat 10,2 juta penduduk yang belum sejahtera berada di kawasan hutan karena belum adanya aspek legal pengelolaan kawasan hutan. Oleh karena itu, ia meminta agar masyarakat diyakinkan untuk dapat melakukan penanaman pohon sengon di kawasan hutan. Salah satu cara yang dinilai efektif ialah dengan memberikan informasi keuntungan yang diterima masyarakat dari hasil tanam yang mereka lakukan.
“Saat ini saya mencatat terdapat 25.863 desa di dalam dan sekitar kawasan hutan yang 70 persen diantaranya menggantungkan hidup pada sumber daya hutan,” ujarnya saat memberikan arahan dalam seremoni Kolaborasi Hutan Tanaman Rakyat dengan Industri Kayu Terpadu, di desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Selasa (20/12).
BACA JUGA: Pemerintah Siapkan Grand Design Pencegahan Karhutlabun
Menurut Jokowi, konsep perhutanan sosial harus dapat diterima manfaatnya oleh rakyat, kelompok tani dan koperasi. Tujuannya adalah agar sektor kehutanan kembali jaya dengan memposisikan masyarakat sebagai pemegang konsesi.
Sedangkan kolaborasi yang digagas di Desa Buntoi, diyakini Jokowi dapat memberikan kepastian pada masyarakat akan pasar yang menerima hasil kayu hutan mereka dan industri pun dapat menyerap hasil kayu dari masyarakat. Menurutnya, semua pembelian dan penjualan yang dilakukan masyarakat dan industri harus menggunakan harga yang wajar.
Ditemui di tempat yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, mengatakan, untuk menampung kayu dari Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Desa Buntoi, dilakukan kolaborasi HTR dengan industri kayu terpadu yang nantinya di lokasi yang sama akan dibantu pabrik industri kayu terpadu dengan proyeksi investasi senilai Rp 1 Triliun.
BACA JUGA: Penanganan Perubahan Iklim Belum Libatkan Masyarakat Hukum Adat
Dalam upaya kolaborasi ini, Siti Nurbaya meminta untuk lebih menekankan pada sisi kesinambungan kayu yang ditanam masyarakat seperti kayu sengon akan diserap oleh industri sehingga terjadi perputaran usaha. Selain itu juga akan terjadi interaksi dagang dimana hasil-hasil hutan dari hutan desa dapat dibeli oleh komunitas industri dalam bentuk hasil hutan bukan kayu.
“Setelah ini kami akan melakukan rapat kerja penyuluhan untuk mematangkan pendampingan ke masyarakat agar masyarakat dapat menjalankan konsep pengelolaan hutan dengan baik serta mengetahui komoditas jual tanpa merusak kawasan hutan. Akan ada KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) serta BLU (Badan Layanan Umum) di dalamnya yang akan kita matangkan. Ini juga termasuk penguatan masyarakat apabila ingin mengekspor produk mereka dengan sistem SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu),” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih