Jakarta (Greeners) – Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama tiga komunitas Ciliwung dan Water Witness menemukan fakta memprihatinkan. Saat menyusuri Sungai Ciliwung mereka menemukan 1.332 pohon terlilit sampah plastik.
Susur sungai sepanjang 12 kilometer pada Minggu (15/5) mereka lakukan untuk mengindentifikasi sumber-sumber mikroplastik yang mencemari Ciliwung. Penyusuran mereka mulai dari titik nol Kota Jakarta di Srengseng Sawah hingga TB Simatupang selama hampir 4 jam.
Tim ESN menilai mikroplastik dari sampah plastik menjadi ancaman serius dan berdampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Apalagi jika rencana air sungai tersebut menjadi bahan baku PDAM di tahun 2023 terlaksana.
Peneliti senior Ecoton Asun Sudirman mengatakan, mikroplastik merupakan serpihan atau remah-remah plastik berukuran lebih kecil dari 5 mm yang berasal dari proses fragmentasi atau pecahnya plastik-plastik ukuran besar. Misalnya tas kresek, sedotan, styrofoam, popok sekali pakai, botol air minum dan sachet.
“Mikroplastik berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia,” katanya dalam keterangannya Senin (16/5).
Berdasarkan kajian Ecoton tahun 2021 menyebutkan, kontaminasi mikroplastik mereka temukan sebanyak 146 partikel dalam setiap 100 liter air Ciliwung. “Selain untuk mengetahui sumber mikroplastik juga mengukur kualitas air Ciliwung,” ucapnya.
Dari susur sungai tersebut, Tim ESN bersama Komunitas Ciliwung Saung Bambon, Ciliwung Institute dan Komunitas Ciliwung Kedung Sahong dan Water Witness menemukan sebanyak 1.332 pohon terlilit plastik. Sampah plastik itu menumpuk di antara dahan-dahan, pohon bambu, pohon loh dan pohon cempedak.
Sungai Ciliwung Harus Dapat Penanganan Prioritas
Peneliti senior Ecoton Daru Setyorini menyatakan, Ciliwung merupakan sungai nasional yang melintasi dua provinsi, bersumber di Jawa Barat dan bermuara di DKI Jakarta.
“Menyandang status sungai nasional seharusnya Ciliwung mendapatkan penanganan dan pengelolaan kelas satu atau very important river (VIR),” kata Daru.
Namun sepanjang penyusuran Ciliwung tambahnya, sungai itu seolah menjadi tempat buangan sampah plastik, buangan limbah rumah tangga dan toilet. Akibatnya sebagian besar kawasan sungai menimbulkan bau kotoran manusia.
Lebih lanjut, alumni Ilmu lingkungan Universitas Indonesia ini menjelaskan, kondisi kerusakan Sungai Ciliwung menunjukkan pemerintah belum serius dan tidak memperhatikan pengendalian pencemaran sungai dan pengelolaan kualitas air di sungai tersebut. Padahal, pada tahun 2023 PAM Jaya akan menggunakan Ciliwung sebagai bahan baku PDAM.
“Ancaman mikroplastik, logam berat dan senyawa pengganggu hormon, limbah pertanian dan obat-obatan akan menjadi ancaman serius. Apalagi jika pemerintah tidak mengendalikan sumber-sumber pencemaran yang saat ini tidak terkontrol,” paparnya.
Sampah Plastik Mendominasi
Berdasarkan temuan Ecoton, sampah plastik yang paling mendominasi adalah tas kresek, pakaian bekas, styrofoam dan sachet.
“Jenis sampah sachet yang ditemukan dihasilkan oleh brand-brand multinasional seperti Unilever, Danone, Nestle dan Unicharm serta produk lokal seperti Wings, Mayora, Garudafood, Orangtua, Siantar Top dan brand-brand lokal yang memproduksi personal care dan household product,” papar dia.
Sampah jenis sachet termasuk dalam kategori sampah residu karena packaging multilayer ini tidak bisa terdaur ulang. Sebab bahannya dari beragam jenis plastik.
“Umumnya sampah sachet akan berakhir di sungai mengalir ke laut atau dibakar. Padahal membakar plastik akan menimbulkan dioksin dan furan yang bersifat karsinogen,” tandasnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin