Riau (Greeners) – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda Kabupaten Bengkalis, Riau menimbulkan asap lebat di Kota Dumai. Saat ini kebakaran lahan gambut masih terus terjadi dengan luas lahan yang terbakar mencapai 1.200 hektare. Kebakaran terjadi karena cuaca panas yang melanda Riau sejak awal tahun 2019 dan semakin diperparah oleh pembukaan lahan dengan membakar.
Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Riau, Rico Kurniawan, kota Dumai sudah seminggu ini berasap dengan tingkat kualitas udara pada level tidak sehat. Asap ini mengakibatkan jarak pandang di bawah 3 kilometer dan membahayakan masyarakat kota Dumai.
“Kami sangat menyayangkan lambatnya respon pemerintah daerah Kota Dumai atas kejadian ini, karena sudah seminggu dalam keadaan asap lebat tapi sampai saat ini belum ada tindakan dari Pemda setempat untuk masyarakat. Saat ini masyarakat masih menjalankan aktivitas secara normal dengan keadaan asap tebal, sekolah tidak diliburkan dan masyarakat tidak diungsikan atau melarang keluar rumah,” ujar Rico saat dihubungi Greeners melalui telepon, Senin (25/02/2019).
BACA JUGA: Menteri LHK: Tren Iklim 2018 Lebih Panas, Karhutla Harus Diwaspadai
Rico mengatakan sejak awal tahun 2019 karhutla sudah terjadi di kawasan Riau. Hal ini disebabkan oleh cuaca panas yang terjadi di daerah Dumai, Kabupaten Bengkalis, Meranti, dan Rokan Hilir yang memang sudah memiliki titik api sangat banyak. Keadaan terparah untuk kabut asap ini terjadi pada tanggal 11 hingga 13 Februari.
“Dari awal tahun lalu BMKG sudah mengumumkan akan terjadi kemarau panjang, artinya sudah ada warning system kepada Pemda yang wilayahnya kerap mengalami karhutla terutama di lahan gambut. Namun, sepertinya hal ini tidak dilihat oleh Pemda Riau. Buktinya kejadian karhutla pada awal tahun 2019 di Riau sudah memakan lahan mencapai 1.200 hektare yang berada di lahan masyarakat maupun di lahan perusahaan. WALHI juga menyoroti penyebab lain dari karhutla ini adalah pemulihan gambut yang lemah,” ujarnya.
Pada kesempatan yang berbeda, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan bahwa karhutla yang terjadi di Riau sudah memiliki pola titik api tersendiri yang akan terjadi pada bulan Februari hingga Maret.
“Jadi kalau di wilayah Riau akan selalu seperti itu, selalu di akhir Februari akan mulai panas sampai bulan Maret. Jangankan sekarang, ketika di bulan Desember 2018 karhutla itu masih terjadi. Kemungkinan besar sampai bulan Mei akan terus naik titik apinya. Untuk saat ini yang terpenting adalah konsep penanganannya, yaitu sesegera mungkin mematikan titik api,” ujar Siti saat Rakernas beberapa waktu lalu di Manggala Wanabhakti.
Siti mengatakan bahwa karhutla yang terjadi di Riau sempat dalam status Siaga Bencana yang dikeluarkan melalui Surat Edaran Gubernur. Penyebabnya adalah kebakaran di lahan gambut yang kebanyakan berada di lahan masyarakat.
“Kebakaran di lahan gambut ini sudah terjadi sejak dulu. Baru di pemerintahan Pak Jokowi gambut ini dijadikan concern dan sejak tiga tahun lalu intensitas kebakaran di gambut turun drastis. Akan kami pantau terus dengan melakukan patroli, ada titik api langsung dimatikan,” kata Siti.
BACA JUGA: Walhi Anggap Restorasi Gambut Lamban, KLHK Terus Maksimalkan Pemulihan
Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo mengatakan berdasarkan data BNPB 99% karhutla terjadi karena ulah manusia, hanya 1% saja yang disebabkan oleh alam, termasuk yang terjadi di Riau. Pantauan terbaru BNPB ada 600 titik api yang berada di Kabupaten Bengkalis, Riau yang berpotensi karhutla.
“Ke depan BNPB akan mencari solusi untuk karhutla ini. Mungkin ke depannya mereka (warga) bisa dihimpun atau diberikan edukasi oleh TNI, POLRI, Pemda untuk tidak lagi membuka lahan dengan cara dibakar. Karena kerugian negara untuk karhutla ini sangatlah besar, moda transportasi, pariwisata dan kesehatan masyarakat terganggu,” kata Doni.
Penulis: Dewi Purningsih