Jakarta (Greeners) – Tidak banyak lulusan segar perguruan tinggi yang berani mengambil langkah menjadi pengusaha. Bagaimana tidak, di usia yang masih hijau pengusaha muda harus berhadapan dengan begitu banyak aral rintagan. Sebut saja pendapatan yang minim serta kurangnya dukungan orang tua. Chief Financial Officer Warung Energi, Nimas Pratiwi pun merasakan hal yang sama. Terlebih, bidang pergelutan yang dia pilih begitu asing di telinga masyarakat kala itu, Energi Baru Terbarukan (EBT).
Nimas mengingat, dia menginisiasi Warung Energi pada 2014, sesaat setelah dia lulus dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Untungnya, himpitan keterbatasan fasilitas, ilmu dan pendanaan tidak meredam semangat kewirausahaan Nimas.
“Dalam masa itu ada hal-hal tak terduga. Ada peluang datang. Seperti program hibah dan pendanaan, inkubasi, serta akselerasi. Tak terduga sama sekali,” ujar Nimas kepada Greeners, Selasa (20/10/2020).
Penuhi Kebutuhan EBT Warga Pelosok dengan Filosofi Warung
Inspirasi diciptakannya Warung Energi, tutur Nimas, adalah keprihatinannya akan daerah di Tanah Air yang tidak dialiri listrik. Dia ingin menawarkan solusi energi bersih, EBT, kepada warga, terutama bagi warga wilayah terpencil. Warung Energi hadir sebagai marketplace, pasar daring, yang dapat diakses oleh masyarakat umum. Pada lamannya, masyarakat bisa memilih produk EBT seperti Fosera Pico Solar Home System (PSHS) yang memanfaatkan energi biosolar untuk diterapkan di perumahan.
Nama Warung Energi dipilih Nimas agar masyarakat tidak kikuk dalam mengenal produk EBT yang tersedia. Dari namanya, terpatri harapan Nimas agar masyarakat bisa menggunakan Warung Energi seluwes membeli minyak tanah di warung. Lebih jauh, Nimas menyatakan perusahaan rintisannya bukan hanya sekadar marketplace. Mereka juga menyediakan jasa konsultasi, termasuk program pelatihan dan sertifikasi terkait EBT.
“Jadi awalnya Warung Energi berkembang dari kecil dan dari kebutuhan yang kapasitasnya kecil seperti masyarakat pelosok,” jelas Nimas.
Nimas mengklaim kehadiran EBT dapat menjadi solusi bagi dua permasalahan warga peolosok. Pertama warga memeroleh listrik dari energi bersih; kedua mereka memangkas pengeluaran. Nimas mencontohkan, warga yang senantiasa membeli minyak tanah sebagai sumber energi. Modal untuk memasang EBT, ujarnya, sama dengan biaya sepuluh bulan konsumsi minyak tanah rumah tangga. Lebih jauh, dalam pemakaian normal, penggunaan EBT niscaya lebih awet mengingat penggunaan baterai litium yang usianya 5 sampai 10 tahun.
Enam tahun sejak Warung Energi berdiri, kini Nimas sudah dapat memetik buah dari jerih payahnya. Seiring dengan sokongan dari pihak swasta, pemerintah pun mulai menggenjot sektor EBT. Dukungan yang dia terima tidak hanya berupa pendanaan, melainkan juga fasilitas pengembangan bisnis serta pemasaran. Sekarang, Warung Energi memiliki lebih dari 20 klien dan telah memasang sistem fotovoltaik hingga 184.4 kilowatt-peak (kWp).
Nimas menjamin produk dan jasa yang dia tawarkan telah memenuhi standar. Semua produk yang ada di etalase, lanjutnya, lolos tahap uji kelayakan. Program pelatihan dan sertifikasi yang menjadi acuan Warung Energi juga sesuai Badan Nasional Standarisasi Profesi dan Lembaga Sertifikasi Profesi bidang EBT.
Baca juga: Mengintip Gerakan Ekonomi Sirkular Warga di Pulau Komodo
New Energy Nexus Dukung Pengembangan Warung Energi
Salah satu dukungan yang didapat Warung Energi datang dari New Energy Nexus Indonesia. Setelah mendapatkan dana hibah pada awal 2019, PT. Bina Usaha Lintas Ekonomi (“BLUE”) yang menaungi Warung Energi mendapatkan investasi New Energy Nexus. Investasi ini menandakan peluncuran Indonesia 1 Fund. New Energy Nexus lewat Indonesia 1 Fund mendukung perusahan rintisan di bidang energi terbarukan di Indonesia.
Direktur Investasi New Energy Nexus Indonesia, Yeni Tjinuardi, menjelaskan program investasi Indonesia 1 Fund difokuskan ke sepuluh area yakni energi baru terbarukan, jaringan pintar (smart grid), efisiensi energi, manajemen energi, customer experience, e-mobility, inovasi model bisinis, digitalisasi dan Internet of Things, akses energi dan penyimpanan energi.
Yeni menyatakan pihaknya memberdayakan perusahaan rintisan di bidang energi terbarukan yang kompeten serta memiliki potensi skalabilitas yang baik. Dengan begitu New Energy Nexus Indonesia berperan lebih banyak dalam transisi Indonesia ke ekonomi rendah karbon melalui program peningkatan kapasitas serta investasi.
Dengan membuka pintu ke perusahaan rintisan, baik yang berada di posisi seed maupun Series A, Indonesia 1 Fund berupaya mengurangi hambatan bagi pengusaha energi terbarukan di Indonesia untuk dapat terjun ke pasar yang sedang berkembang ini. CEO PT. BLUE, Abu Bakar Abdul Karim Almukmin, menyampaikan pihaknya memperkuat pondasi perusahaan BLUE agar dapat menopang perkembangan strategis selama 2 tahun ke depan.
“Diantaranya adalah melalui kompetensi sertifikasi perusahaan, peningkatan kualitas e-commerce website Warung Energi, pengembangan produk, dan juga penambahan sumber daya manusia untuk mendukung kegiatan pemasaran dan pengelolaan proyek-proyek kami,” ujar Abu Bakar.
Penulis: Muhammad Ma’rup
Editor: Ixora Devi