Bandung (Greeners) – Sebuah karya dokumenter visual inovatif berbentuk video mapping dengan perpaduan teknologi dan efek visual berdurasi 25 menit dengan judul “1955: The New Asia and Africa” menutup malam puncak Asia Afrika Karnaval Ke-60 di Gedung Merdeka, Kota Bandung.
Visualisasi nilai-nilai sejarah Konferensi Asia Afrika 1955 disajikan dengan cara yang berbeda oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (DISBUDPAR) Kota Bandung bersama Studio Kreatif Sembilan Matahari dan mendapat apresiasi dari masyarakat yang menyaksikan penampilan video mapping tersebut.
Adi Panuntun, Chief Executive Officer (CEO) Sembilan Matahari mengaku puas dengan respon yang diberikan oleh penonton yang menilai video ini berhasil membawa masyarakat menyaksikan kembali apa yang terjadi di masa Konferensi Asia Afrika pertama kali berlangsung.
“Saya rasa ada rasa haus dari masyarakat akan hiburan dan pendidikan tentang sejarah. Hanya tinggal pengemasannya saja yang dibikin menarik seperti video mapping yang kita lakukan tadi malam,” ungkapnya kepada Greeners, Bandung, Minggu (26/04).
Selain itu, pria yang akrab dipanggil Kang Atun ini juga mengatakan bahwa museum sebagai sarana pendokumentasian sejarah, kini telah beradaptasi dengan perkembangan zaman dan tidak lagi hanya terpatok pada catatan sejarah yang tertulis tetapi juga visualisasi dari catatan tersebut. Di sini lah peran teknologi menjadi penting, yaitu sebagai penerjemah catatan-catatan sejarah menjadi rangkaian visualisasi yang tidak hanya informatif, tetapi juga menghibur dan inspiratif.
“Materi sejarah itu sangat penting karena memang yang ditampilkan ini muatannya sejarah. Nah untuk materinya itu banyak kita ambil dari beberapa buku, dari museum Asia Afrika dan juga footage video dari arsip nasional. Inilah yang menjadi tantangan kita karena harus menampilkan materi sejarah dengan pengemasan yang menarik” tambahnya.
Dalam melakukan video mapping “1955: The New Asia and Africa” kali ini, Sembilan Matahari berkolaborasi dengan studio efek visual dan animasi 3D yang didirikan oleh anak-anak muda penggiat industri kreatif, yaitu Anamorphic, Kampung Monster, S/VFX, dan Ayena Studio.
Sebagai informasi, karya video mapping Sembilan Matahari telah dikenal luas sebagai karya yang sarat dengan pesan masyarakat. Sembilan Matahari telah sukses membuat gedung-gedung bersejarah di Indonesia menjadi “hidup” dan “bercerita”. Beberapa diantaranya adalah Museum Fatahillah, Gedung Sate, Museum Batik Pekalongan, dan Museum Nasional.
Sembilan Matahari sendiri adalah studio kreatif lintas disiplin yang berbasis di kota Bandung, dikenal melalui karya-karya yang memadukan teknologi, estetika, dan keunikan teknik penceritaan. Pengakuan publik nasional dan internasional telah diterima oleh Sembilan Matahari sebagai bentuk penghargaan atas karyanya. Seperti Official Selection di Mapping Festival Geneva 2013, 1st winner di Zushi Media Art Festival Jepang 2013, 1st winner di Moscow International Festival Circle of Light 2014, danBronze medal di Citra Pariwara 2014 untuk kategorinon-conventional media dalam merancang kampanye tentang sungai dan pemenang sapta pesona dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota bandung.
Penulis: Danny Kosasih