UI Kenalkan Pelestarian Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal

Reading time: 2 menit
UI mengenalkan pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal. Foto: UI
UI mengenalkan pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal. Foto: UI

Jakarta (Greeners) – Universitas Indonesia (UI) mengadakan rangkaian Sedekah Hutan UI 2024. Pada momentum tersebut, UI melalui Komunitas Bakul Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) dan Makara Art Center (MAC) mengenalkan nilai-nilai kearifan lokal dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.

Menurut Ketua Umum Bakul Budaya, Dewi Fajar Marhaeni, masyarakat adat di Indonesia maupun dunia telah mengantisipasi kerusakan lingkungan tanpa merusak ekologi. Sehingga, nilai-nilai tersebut perlu masyarakat adopsi.

BACA JUGA: Mahasiswa UI Raih Hibah untuk Atasi Krisis Air di Depok

“Selain itu, gerakan ramah dari rumah perlu didorong untuk meminimalisasi sampah ke TPA. Kemudian, untuk menciptakan kesadaran akan pentingnya memilah dan memanfaatkan sampah, serta membangun ekonomi sirkular di masyarakat,” ujar Dewi lewat keterangan tertulisnya,.

Empat Tokoh Lokal Bagikan Cerita Pelestarian Lingkungan

Pada acara tersebut, hadir empat tokoh adat yang berbagi pengalaman terkait upaya pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal. Mereka adalah Budayawan Kabupaten Garut, Asep Santanna, Jambatan Kasepuhan Ciptagelar atau Gelar Alam, Yoyo Yogasmana. Selanjutnya, Perempuan Penghayat Kearifan Lokal Baduy Luar, Sariyah, dan Penjaga Lingkungan Hidup Berbasis Kearifan Lokal, dan Eko Wiwid Arengga.

Eko yang berkegiatan di sekitar Gunung Gede mengatakan, nenek moyang bangsa Indonesia telah berwawasan lingkungan. Salah satunya dibuktikan dengan adanya pohon rasamala dan puspa.

“Pohon rasamala menjadi tempat bertenggernya elang. Sedangkan wangi pohon puspa mengundang harimau dan macan tutul untuk mengasah kukunya pada batang pohon tersebut. Apabila kedua jenis pohon ini masyarakat babat habis, bukan tidak mungkin hewan liar akan terdampak,” katanya.

Oleh karena itu, perlu aturan yang membatasi agar kelestarian hutan dan lingkungan tetap terjaga, sebagaimana yang masyarakat Suku Baduy terapkan. Sariyah pada kesempatan itu menjelaskan ketentuan di Suku Baduy dalam pengaturan lahan.

BACA JUGA: FTUI Rancang Alat Sortir Telur Otomatis, 6.000 Butir Per Jam

“Ada lahan yang masyarakat gunakan untuk pemukiman dan pertanian. Namun, ada pula hutan larangan. Aturan tersebut harus Suku Baduy patuhi karena jika mereka melanggar, keseimbangan alam dapat terganggu,” ungkapnya.

Sementara itu, Yoyo Yogasmana dan Asep Satanna menyoroti pentingnya masyarakat adat untuk hidup berdampingan dengan modernitas dan teknologi. Salah satunya seperti masyarakat Kampung Adat Ciptagelar, Sukabumi yang memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Kolaborasi antara nilai kearifan lokal dan teknologi masyarakat butuhkan dalam menjaga keseimbangan alam. Keterlibatan tradisi menjadi penting sebab kebermanfaatannya telah masyarakat rasakan.

UI Buat Upacara Adat

Sementara itu, rangkaian Sedekah Hutan UI 2024 dibuka dengan kirab budaya dari Pelataran FIB UI menuju Hutan UI. Pelaksanaan Kirab terlaksana dua kali dengan iringan tabuhan angklung dari Komunitas Adat Ciptagelar, Sukabumi.

Upacara adat di Hutan UI diikuti dengan pelepasan burung dan ikan ke alam liar. Secara simbolis, Komunitas Bakul Budaya dan MAC UI juga melakukan penanaman pohon. Sebanyak lebih dari 350 peserta turut hadir pada acara tersebut dengan mengenakan pakaian adat berbagai daerah, seperti Gayo, Minang, Bali, Bugis, Sunda, Jawa, Dayak, dan Papua.

Kegiatan tersebut bertajuk “Upaya Pelestarian Lingkungan melalui Kearifan Lokal dan Gaya Hidup yang Berkelanjutan (Ramah dari Rumah)”.  Acara tahunan itu UI gelar untuk kedua kalinya dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila dan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Kepala MAC UI, Al Zastrouw menyebut bahwa solusi atas permasalahan lingkungan yang ada saat ini dapat ditemukan melalui tradisi. Menurutnya, Sedekah Hutan merupakan saintifikasi kearifan lokal dan sistem pengetahuan para leluhur terkait upaya menjaga alam dan pelestarian lingkungan hidup.

“Ketika alam rusak, ekosistem lingkungan hancur akibat keserakahan manusia, sehingga bencana mengancam kehidupan manusia. Karena itu, kita perlu menggali sistem pengetahuan di dalam tradisi sebagai alternatif untuk mejawab problem lingkungan yang muncul saat ini,” ujarnya.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top