Jakarta (Greeners) – Sebagai salah satu ikon kota pendidikan dan budaya di Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah. Perguruan tunggi berperan penting dalam mencari solusi inovatif. Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama sejumlah kampus di DIY siap berkolaborasi mengatasi masalah sampah.
Menurut Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, perguruan tinggi dengan segala teknologi untuk pengelolaan sampah seharusnya mulai dihilirisasi ke masyarakat. Hal ini penting agar teknologi tersebut tidak hanya menjadi penelitian semata.
Selain itu, UGM akan menempatkan 25 persen dari keseluruhan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) UGM di DI Yogyakarta. Ini sebagai bentuk komitmen dalam menangani isu pengelolaan sampah.
BACA JUGA: Greeners.Co Ajak Mahasiswa UGM Mengenal Ecopreneurship
“Persoalan sampah ini merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah semata. Sinergi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat akan dapat menciptakan sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan,” ujar Arie di Kabupaten Bantul, Selasa (11/3).
Sejumlah perguruan tinggi turut menyatakan komitmennya untuk mengatasi masalah sampah. Di antaranya, Universitas Ahmad Dahlan, UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Universitas Sanata Dharma, dan universitas lainnya, yang menandatangani petisi kolaborasi penanganan sampah melalui program KKN.
Pada kesempatan tersebut, UGM menyerahkan sejumlah buku Panduan KKN Tematik Kolaboratif Pengelolaan Sampah di Provinsi DIY. Arie berharap kolaborasi ini dapat mempercepat penyelesaian masalah persampahan dari hulu, yaitu kebiasaan masyarakat. Ia juga menginginkan kolaborasi ini dapat memunculkan inovasi dalam berbagai bidang untuk mengurangi sampah dari sumber.
Transformasi Pengelolaan Sampah
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kusno Wibowo, dalam laporannya mengungkapkan bahwa pengelolaan sampah di DIY telah mengalami transformasi dalam satu tahun terakhir.
Sebelumnya, sistem pengelolaan sampah mengandalkan metode kumpul-angkut-buang dengan tempat pemrosesan akhir (TPA) sebagai ujung tombak. Kini pendekatannya adalah mengurangi sampah dari sumber, memilah, dan mengolahnya.
Kusno menyebutkan, meskipun ada kemajuan, masih terdapat timbulan sampah yang belum dapat terolah dengan cara yang sesuai standar ramah lingkungan.
“HPSN 2025 tingkat DIY ini menjadi momentum kita bersama untuk terus melakukan perbaikan. Oleh karena itu, pemda menggandeng lebih banyak pihak untuk mempercepat proses transformasi pengelolaan sampah di Yogyakarta,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pemerintah Kabupaten Bantul juga mulai melakukan uji coba Intermediate Treatment Facility (ITF) Pusat Karbonasi Bawuran. ITF ini berfungsi sebagai fasilitas insinerasi sampah residu.
BACA JUGA: Derasnya Informasi dan Teknologi Dorong Geliat Bisnis Minim Sampah
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menjelaskan bahwa ITF akan mengolah 50 ton sampah residu per hari. Fasilitas ini dibangun oleh Perusahaan Umum Daerah Aneka Dharma. Fasilitas ini mampu menangani sampah hingga 300 ton per hari.
Saat ini, rata-rata residu sampah Kabupaten Bantul mencapai 15 persen dari total timbulan sampah. Kapasitas sisa dari ITF ini bisa dioptimalkan melalui kerja sama antara kabupaten dan kota di DIY.
“Saya optimistis fasilitas ini bisa mempercepat proses penyelesaian sampah. Mudah-mudahan kerja sama ini akan terus meningkat bersama kampus-kampus yang ada di di DIY,” pungkasnya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia