Jakarta (Greeners) – Supporter Jepang bersih-bersih di Stadion Qatar usai mendukung tim negaranya berlaga di Piala Dunia 2022. Aksi ini ramai pujian, sekaligus memperlihatkan tradisi baik Negeri Sakura terhadap kebersihan lingkungan.
Dalam kesempatan itu, Jepang menang atas Jerman pada laga pembuka Grup E Piala Dunia 2022 di Stadion Khalifa International, Doha, Qatar Rabu (23/11) malam waktu Indonesia. Jepang menang dengan perolehan skor 2-1. Para pendukungnya pun sambut meriah cetakan gol tersebut.
Namun, bukannya langsung pesta pora merayakan kemenangan, fans Jepang justru mengeluarkan kantong sampah sekali pakai warna biru muda dan mulai membersihkan seisi stadion. Begitu wasit meniup peluit tanda pertandingan usai, fans “Samurai Biru” bersiap memunguti sampah bungkus makanan hingga cangkir minuman kosong di tribun penonton.
Perilaku ini bukan juga sebagai bentuk rasa syukur atas kemenangan melawan Jerman, tapi telah menjadi budaya. Hal ini tampak pada perhelatan Piala Dunia di Rusia empat tahun lalu. Meski harus menerima kekalahan dengan perolehan skor 2-3 atas Belgia pada babak 16 besar tapi mereka tetap melakukan aksi bersih-bersih.
Demikian pula pada pertandingan pembuka Piala Dunia 2022 antara tuan rumah Qatar dan Ekuador, mereka melakukan aksi bersih-bersih meski tim nasional Jepang tak bertanding.
Tak heran jika kebiasaan ini menjadi sorotan dari berbagai kalangan. Bahkan, media internasional BBC hingga Al Jazeera memberitakan aksi ini.
Cerminan Tradisi Baik di Piala Dunia
Pengamat sampah dari Institut Teknologi Bandung Enri Damanhuri mengungkapkan, dalam pertandingan sepak bola, keramaian penonton berpotensi menghasilkan banyak sampah. Ia menyebut, pendukung tim nasional Jepang telah “menang” dengan kebiasaan bersih-bersihnya tersebut.
Dalam konteks ini, Enri menyebut selain dikenal negara yang suka kebersihan, Jepang dikenal disiplin dan pekerja keras. Tanpa intervensi dan pemaksaan, mereka biasa menerapkan dari unit terkecil mulai dari rumah dan sekolah.
“Ini sudah menjadi tradisi konsisten yang mereka terapkan kemanapun dan dimanapun berada. Lalu lingkungan sekitarnya juga mendukung,” katanya kepada Greeners, baru-baru ini.
Bangun Kebiasaan Baik
Sejatinya, kebiasaan baik terkait kebersihan juga telah tertanam terutama di lingkungan desa, sejak dini oleh keluarga di rumah. Misalnya, harus menyapu dedaunan di halaman kemudian menjadikannya kompos.
Namun, lambat laun budaya ini tak melekat menjadi tradisi ketika telah pindah di kota besar. “Apalagi saat ini ajakan kebersihan hanya muncul di event yang sifatnya seremonial saja dan diliput media,” ucapnya.
Lebih parahnya lagi Enri menyayangkan bahwa kebiasaan atau tradisi gaya hidup bersih tersebut bahkan tak membekas bagi generasi-generasi berikutnya.
Demikian pula tradisi tersebut kurang mengena dalam sekolah. “Kalau orang lain bebas membuang sampah di mana saja, mengapa saya tidak boleh melakukan. Kita bebas jajan dan makanan-minuman dibungkus plastik, siap buang. Tidak ada yang melarang, termasuk guru,” ungkapnya.
Meski terlihat sangat sulit menerapkan kebiasaan gaya hidup bersih ini, Enri menekankan pentingnya konsistensi berbagai pihak untuk membangun budaya bersih, khususnya di tempat umum.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin