Jakarta (Greeners) – Indonesia tengah mengupayakan transformasi energi dari fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT). Transformasi tersebut terdorong melalui komitmen pemerintah dalam Perjanjian Paris untuk mengejar penggunaan EBT 23 persen pada 2025. Untuk itu, semua pihak mulai dari pemerintah, swasta, dan masyarakat perlu memiliki perhatian lebih untuk terlibat dalam transformasi EBT.
Chief Executive Officer Sylendra Power, Reynaldi Pradipta, menyebut salah satu masalah dalam transformasi EBT adalah proses penyimpanan energi. Pasalnya, pemanfaatan EBT tidak bisa sepenuhnya bergantung pada alam. Peran baterai sangat krusial. Sylendra Power pun mencoba untuk menawarkan solusi atas kebutuhan baterai.
“Jadi dengan adanya baterai setiap orang bisa produksi listrik sendiri secara mandiri berasal dari EBT. Untuk itu kami konsen awal ke energy harvester atau energy storage, supaya kita bisa memaksimalkan pemanfaatan EBT sampai ke tingkat daerah,” ujar Reynaldi ketika dihubungi Greeners.co, Jumat (6/11/2020).
Start Up EBT Lokal Butuh Keberpihakan
Reynaldi, yang juga lulusan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, menjelaskan kesadaran berbagai elemen masyarakat terhadap EBT mulai terbangun. Simpulan ini dia ambil dari pantauannya melihat pergerakan generasi milenial dalam membentuk start up, perusahaan rintisan. Terutama perusahaan rintisan yang bergerak dalam bidang EBT. EBT, lanjut dia, tidak hanya menggantikan energi yang sudah ada, tapi juga berdampak pada pelestarian lingkungan dan nilai ekonomi.
Salah satu prasyarat agar perusahaan rintisan lokal EBT dapat bersaing adalah dari segi diferensiasi produk. Reynaldi menjelaskan, Sylendra Power menerapkan diferensiasi produk dengan mengambil fokus pada baterai. Produknya yaitu master energy harvester dan expandable battery mampu menghasilkan energi 7,5 kilowatt per jam (kWh). Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik rata-rata orang Indonesia per hari. Jika kurang, konsumen hanya tinggal menambah expandable battery sesuai dengan kebutuhan.
Selain itu, lanjutnya, Sylendra Power juga mencoba memberi kemudahan dan edukasi bagi masyarakat yang berminat terhadap EBT. Pada laman Sylendra Power, terdapat fitur kalkulator untuk menghitung kebutuhan listrik pengguna sekaligus biaya yang perlu dikeluarkan. Dalam laman yang sama, pihaknya juga menerima pertanyaan terkait produk maupun EBT.
“Poduk kita meringkas cara konsumsi listrik yang sudah ada sebelumnya dari panel surya. Beli, pasang, sudah tidak perlu hal-hal lainnya. Konsumsi baterai sesuai dengan kebutuhan,” jelasnya.
Lebih jauh Reynaldi mengatakan Sylendra Power maupun perusahaan rintisan EBT lain hampir memiliki tantangan yang sama. Tantangan itu yakni sulitnya memperluas cakupan pemasaran produk. Menurutnya, start up EBT lokal perlu berjuang melawan perusahaan EBT yang sudah besar dengan skala internasional yang jauh lebih siap secara porofolio dan standardisasinya.
Meski begitu, bukan berarti start up lokal EBT tidak memiliki potensi. Reynaldi menilai perlu ada keberpihakan terutama dari pemerintah untuk memberi ruang kepada start up lokal. Selain itu, dia menilai dukungan untuk meningkatkan kapasitas perusahaan rintisan juga perlu untuk menjamin keberlangsungan.
“Pemerintah bisa bantu kita. Start up EBT lokal lebih menjadi prioritas untuk mengambil peluang yang ada. Kalau start up belum kompetitif, baiknya ada upaya pendidikan atau pelatihan agar standarnya naik,” ucapnya.
Baca juga: Warung Energi Tawarkan Energi Baru Bagi Warga di Penjuru
Kolaborasi New Energy Nexus Dorong Sylendra Power Memperluas Jaringan
Lebih jauh Reynaldi menjelaskan Sylendra Power sudah mulai menunjukkan kemajuan. Pihaknya tertolong oleh terbangunnya kesadaran terhadap EBT. Pihaknya pun telah berkolaborasi dengan pemerintah, start up lainnya, bahkan dengan pihak swasta.
Reynaldi menyebut salah satu kolaborasi yang berdampak bagi keberlangsungan Sylendra Power adalah kerja sama dengan New Energy Nexus Indonesia. Dari New Energy Nexus Indonesia, pihaknya mendapat pelbagai bantuan. Salah satunya dalam bentuk jaringan dan keikutsertaan program. Menurutnya, hal tersebut sangat membantu start up EBT dalam mengembangkan bisnis.
“Yang kita dapat networknya. Ibarat sebagai start up baru lahir, kita tidak tahu marketnya seperti apa, karena stake holder di EBT kita belum terlalu luas. Ketika kita kerja sama dengan New Energy Nexus Indonesia, kita bisa berjejaring ke sana sini. Mereka fasilitasi kita ketika ikut Habibie Festival. Juga mengajak kita pada event-event lain,” pungkasnya.
Penulis: Muhammad Ma’rup
Editor: Ixora Devi