Sungai Siak Tercemar, ESN Temukan Kandungan Klorin dan Fosfat

Reading time: 2 menit
Kondisi Sungai Siak Riau yang tercemar. Foto: ESN

Jakarta (Greeners) – Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) berkolaborasi dengan Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Riau dan Badan Teritori Telapak Riau menemukan pencemaran bahan kimia klorin dan fosfat di Sungai Siak Riau.

Temuan ini berdasarkan uji kualitas air yang mereka lakukan pada 1-3 Juli 2022. Pemantauan di enam lokasi, mulai dari hulu jembatan Siak II di Rumbai hingga di Siak Hilir Kelurahan Tanjung Rhu, wilayah Kecamatan Lima Puluh.

Peneliti ESN Prigi Arisandi mengatakan, mengacu Peraturan Gubernur Riau No 13 Tahun 2003, Sungai Siak masuk dalam kategori air Kelas III.

“Hasil pengukuran uji kualitas air menunjukkan bahwa kadar klorin bebas Sungai Siak telah melebihi baku mutu PP 22/2021,” katanya keterangannya, Minggu (3/7).

Kadar klorin semua lokasi yang tim teliti kadarnya melebihi baku mutu yaitu sebesar 0,03 ppm. Sementara pada air Sungai Siak kadar Klorin tertinggi ada di Siak Hilir sebesar 2 ppm sedangkan terendah ada pada Sungai Sail sebesar 0.09 ppm.

Tak hanya itu, beberapa lokasi kadar fosfat menunjukkan di atas baku mutu yang cukup tinggi. Misalnya di Jembatan Siak 2 dan Batang Sago yakni sebesar 2,5 ppm sedangkan standarnya tidak boleh lebih dari 1 ppm.

Lebih jauh Prigi menyatakan, dampak pencemaran klorin dan fosfat dapat menganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan. Selain itu, lanjutnya klorin yang sering digunakan sebagai disinfektan dapat bereaksi dengan senyawa organik dalam limbah di dalam air dan menyebabkan karsinogen.

Adapun bahan kimia klorin dapat masuk ke tubuh manusia melalui tiga jalur, yakni melalui jalur ingesti dan kontak kulit atau terlarut.

“Kontak langsung melalui kulit dengan klorin bersifat iritan. Efek yang muncul yaitu iritasi kulit, mata dan iritasi saluran pernapasan atas,” imbuhnya.

Pencemaran klorin dan fosfor mendominasi di Sungai Siak. Foto: ESN

Penyebab Pencemaran di Sungai Siak

Adanya klorin di Sungai Siak diduga berasal dari industri kertas, limbah rumah tangga berupa pemutih pakaian, disinfektan dan dari bahan tambahan herbisida yang banyak perkebunan sawit gunakan.

Sementara untuk fosfat, ada dugaan berasal dari limpasan pupuk pada pertanian, kotoran manusia, hewan, kadar sabun, pengolahan sayuran, serta industri pulp dan kertas di sekitar Sungai Siak. Tak hanya itu, penggunaan detergen dalam rumah tangga juga menjadi penyumbang kadar fosfat yang signifikan dalam perairan.

“Tingginya konsentrasi kadar fosfat di perairan yang telah melebihi baku mutu maka dapat berakibat pada menurunnya kualitas perairan. Selain itu berdampak negatif pada kepunahan beragam jenis ikan yang ada di Siak,” paparnya.

Prigi mengungkap, tiga faktor yang mendorong kepunahan ikan-ikan di Sungai Siak yaitu deforestasi atau penggundulan hutan. Pertama, vegetasi dalam hutan merupakan energi bagi perairan. Daun-daun yang jatuh akan menjadi nutrisi bagi berbagai biota air seperti serangga air, hingga biota tak bertulang belakang.

Kedua, limbah perkebunan sawit. Pemberian pupuk yang berlebihan menimbulkan residu senyawa nitrat dan fospat. Kandungan fosfat akan menyebabkan kerusakan pada insang.

Ketiga, limbah cair industri. Limbah tersebut banyak mengandung logam berat dan senyawa sintetis. Salah satunya klorin yang menimbulkan gangguan telur ikan bahkan kematian telur dalam kandungan ikan.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top