Equality Development and Globalization Studies (EDGS), Northwestern University, Amerika Serikat, mengadakan serial perkuliahan pascasarjana dengan tema political ecology, ekologi politik. Serial perkuliahan ini menawarkan beragam penelitian yang berupaya memahami proses perubahan lingkungan dan konsekuensi yang dia timbulkan terhadap demokrasi, kesetaraan, hak adat, dan pembangunan.
Seri ini mengundang beragam peneliti dari latar belakang antropologi, sosiologi, geografi, dan studi pembangunan. Melalui surat elektronik, Greeners mewawancarai Sofyan Ansori, selaku penyelenggara seri perkuliahan. Sofyan yang juga adalah mahasiswa doktoral jurusan antropologi Northwestern University menjelaskan tentang ekologi politik dan keterkaitannya dengan Bumi Pertiwi.
Secara ringkas, bagaimana definisi dari ekologi politik?
Sebagai sebuah ranah keilmuan, political ecology dapat diartikan sebagai sebuah kajian interdisipliner yang menganalisa permasalahan lingkungan dengan konsep dan metode politik ekonomi. Premis dasarnya adalah kita tidak dapat memahami transformasi lingkungan seutuhnya, tanpa memerhatikan keterikatannya dengan struktur politik serta ekonomi. Kedua struktur ini selalu tertanam dalam relasi manusia dan dunia di sekelilingnya.
Mengapa penting untuk masyarakat Indonesia mengetahui tentang topik ini?
Topik political ecology penting bagi masyarakat Indonesia karena kita selalu berhadapan dengan kasus, peristiwa, dan fenomena ini setiap hari. Ketidakadilan sosial dan ketimpangan kuasa selalu hadir dalam interaksi antara masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam dan pihak lain yang mengharapkan keuntungan berlipat dari hal yang sama. Baik itu manfaat ekonomi, politik, sosial, atau lainnya.
Mereka yang termarjinalkan telah menghidupi relasi yang menyengsarakan ini selama bertahun-tahun dan—bahkan di banyak kasus—bergenerasi-generasi. Baik dalam kondisi sadar maupun tidak sadar akan dominasi serta opresi yang mereka alami.
Bagaimana EDGS berencana menyajikan topik ekologi politik untuk masyarakat?
EDGS berusaha untuk memfasilitasi rangkaian presentasi ini dengan memperhatikan beberapa aspek yang kritikal, terutama yang berkelindan dengan isu gender, ras, dan kelas. Aspek-aspek tersebut tidak boleh luput dari perbincangan mengenai hubungan masyarakat, alam, negara, korporasi dan aktor lainnya. Kasus yang kami bahas tidak berpusat di satu wilayah atau satu zaman. Harapannya, mereka yang berpartisipasi di diskusi dapat memahami bahwa persoalan politik ekologi pada hakikatnya melampaui sekat-sekat ruang dan waktu.
Berapa banyak penyaji yang akan membahas ekologi politik, dari negara mana saja, apa latar belakang mereka?
Berkaitan dengan itu, kami mengurasi sekitar sepuluh pembicara hingga Juni 2021. Mereka berasal dari Amerika, Inggris, Kanada, Indonesia, dan lainnya. Secara keilmuan, para pembicara datang dari berbagai disiplin, seperti antropologi, sosiologi, sejarah, geografi, studi pembangunan, ilmu lingkungan dan lainnya. Topiknya pun beragam, mulai dari konflik agraria, transformasi pesisir, politik air, kelapa sawit, karbon, energi, iklim, pembangunan dan seterusnya yang memiliki irisan antara satu dengan lainnya.
Apa saja yang akan dibahas oleh penyaji dari Indonesia? Kapan?
Tidak semua pembicara yang membahas Indonesia berasal dari Indonesia. Sampai saat ini, beberapa pengisi kuliah berdasarkan recana awal, antara lain Perdana P. Roswaldy dari departemen sosiologi Northwestern University (18/11/2020), Dian Ekowati dari School of Environment and Technology, University of Brighton, Inggris (13/1/2021). Ada pula Joseph R. Klein dari departemen antropologi University of California Santa Cruz, Amerika Serikat (17/2/2021).
Mengenai kuliah pertama dari Jayson Maurice Porter. Dia mempresentasikan tentang pemanfaatan kelapa di pesisir Guerrero, Mexico, pada 1930 sampai 1970. Bagaimana Indonesia dapat belajar dari penyajian materi Porter?
Pertama, kajian politik ekologi mengharuskan kita untuk bekerja secara interdisipliner. Sering kali, para pembelajar politik ekologi Indonesia lupa untuk memperhatikan dimensi ekologi itu dan terlalu menitikberatkan dimensi kekuasaan. Untuk itu, Porter mengingatkan pentingnya belajar dari para ahli biologi, kimia, insinyur lingkungan, dll.
Kedua, Porter menunjukan bahwa batasan konvensional kajian politik-ekologi dapat dilampaui jika kita memperhatikan dimensi kesejarahan secara serius. Artinya, kita perlu mengontekstualkan dinamika politik ekologi kontemporer sebagai hasil dari pergulatan yang sebenarnya telah terjadi sejak masa lampau dan mengakibatkan kekerasan sosio-ekologis yang termaterialisasi secara perlahan. Keseriusan pada sejarah ini kerap terlewatkan dalam kajian politik ekologi di Indonesia.
Ketiga, Porter juga menunjukan bahwa kekerasan sosio-ekologis perlahan tersebut berdampak pula pada isu-isu kewarganegaraan kontemporer. Dia menyoroti bahwa pengabaian negara terhadap masyarakat adat yang selalu jadi korban pembangunan telah merentankan posisi mereka sebagai warga negara. Mereka dipersepsikan sebagai pihak yang harus berkorban supaya perekonomian negara dapat maju. Hal ini akan selalu menjadi kritik yang relevan bagi Indonesia.
Bagaimana harapan penyelenggara atas acara ini?
Secara keilmuan, kami berharap agar EDGS Graduate Lecture Series dapat mengambil bagian dalam mendorong maju diskursus keilmuan politik ekologi. Hal tersebut dapat tercapai terutama dengan menyertakan pandangan serta pengalaman dari belahan dunia lainnya yang juga sering kali terabaikan. Secara praktis, kami berharap agar politik ekologi dapat menjadi pisau bedah yang dapat digunakan banyak orang untuk memahami dan menindaklanjuti kekerasan berbasis lingkungan yang terjadi di sekeliling mereka.
Kami secara sadar memberikan porsi lebih bagi para peneliti yang mempelajari kasus-kasus di Indonesia dan juga mengusahakan agar kawan-kawan di Indonesia dapat mengakses serial perkuliahan ini. Besar harapan kami agar lebih banyak lagi peserta Indonesia yang dapat bergabung.
Baca juga: Pendulum, Manfaatkan Gelombang Laut Jadi EBT bagi Nelayan
***
EDGS adalah program dari Northwestern University yang mendukung publikasi, penelitian, konferensi, dan aktivitas akademik lain di Amerika Serikat dan mancanegara. Fokus EDGS yakni mempromosikan penelitian, publikasi, dialog umum yang mengonfrontasi isu pasca kolonial. Registrasi serial perkuliahan EDGS melalui tautan ini.
Editor: Ixora Devi