Jakarta (Greeners) – Generasi Peduli Sungai Klamono (G-PSK) dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) mengumpulkan 211 keping sampah dari Perairan Sorong. Dalam kegiatan brand audit itu tim menemukan banyak sekali sampah sachet dari lima produsen besar.
“Kami menemukan 5 produsen kebutuhan sehari-hari yang sampahnya memenuhi perairan pesisir Kota Sorong. Kelima produsen itu adalah Unilever, Wings, Mayora, Danone dan Nestle,” ungkap peneliti ESN, Prigi Arisandi dalam keterangannya.
Prigi menambahkan, khusus untuk Unilever jenis sampah yang tim temukan adalah jenis sachet multilayer yang sulit untuk didaur ulang karena lapisan plastiknya berlapis-lapis.
Lebih lanjut ia menyebut, 70 % sampah packaging yang mencemari muara dan kawasan Pasar Boswesen Distrik Sorong Barat Pesisir kota Sorong adalah bungkus dari brand-brand yang setiap hari warga Sorong gunakan.
Sampah Sachet Sumber Mikroplastik
Lebih lanjut, Prigi mengungkap, sampah plastik jenis sachet merupakan jenis sampah plastik yang sulit didaur ulang. Pasalnya, plastiknya berlapis-lapis dengan jenis polimer yang berbeda.
“Saat ada di perairan, sachet akan terpapar panas dan arus sehingga mudah terpecah menjadi serpihan atau remah-remah plastik kecil di bawah 5 milimeter yang disebut mikroplastik,” tuturnya.
Temuan sebelumnya, di perairan Kota Sorong ini telah tercemar mikroplastik rata-rata 148 partikel mikroplastik dalam 100 liter air.
Lebih parahnya, mikroplastik sangat berbahaya bagi lingkungan. Mikroplastik akan mendorong masuknya polutan air seperti logam berat, pestisida, klorin dan detergen ke dalam tubuh ikan.
“Selain itu mikroplastik adalah partikel yang bisa mengganggu hormon ikan atau biasa disebut senyawa penganggu hormon. Akibatnya pada lingkungan perairan bermikroplastik ikannya mengalami intersex atau dalam satu tubuh terdapat dua kelamin,” ungkap dia.
Produsen Harus Bertanggung Jawab
Sachet yang tim temukan dari kegiatan brand audit ini hendaknya menjadi tanggung jawab produsen yang menghasilkan sampah.
“Sampah yang tidak bisa diproses secara alami maka produsen harus bertanggung jawab mengelola sampahnya agar tidak mencemari lingkungan,” kata Koordinator (G-PSK) Dody Aleman Wamblesa.
Lebih lanjut alumni Universitas Cendrawasih Jayapura ini menjelaskan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah telah mewajibkan extended produsen responsibility (EPR). Ada tanggungjawab perusahaan untuk ikut mengelola sampah yang mereka hasilkan dan tidak bisa diolah secara alami.
G-PSK dan tim ESN mendorong Pemerintah Kota Sorong mendesak lima produsen besar bertanggung jawab ikut membersihkan sampah mereka yang bisa berpotensi menjadi mikroplastik.
Selanjutnya, pemerintah kota berkewajiban menyediakan tempat sampah organik dan sampah anorganik pada pemukiman warga yang ada di tepi sungai.
Pemerintah kota Sorong juga harus melakukan pembersihan clean up timbulan sampah plastik di pesisir. Selain itu juga membuat regulasi larangan dan pengurangan penggunaan sampah plastik sekali pakai. Serta mendorong lima produsen tersebut ikut bertanggungjawab atas sampah bungkus produknya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin