Jakarta (Greeners) – Indonesia melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkuat kerja sama dengan Jepang dalam bidang elektrifikasi kendaraan dan bahan bakar Carbon Neutrality (CN), termasuk bio-fuel. Kolaborasi tersebut bertujuan untuk menekan emisi karbon dan netralitas karbon pada industri otomotif.
Netralitas karbon merujuk pada kondisi di mana jumlah karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan ke atmosfer, setara dengan jumlah karbon dioksida yang diserap dari atmosfer.
BACA JUGA: Tanaman Jarak, Biofuel yang Gagal Berkembang
Netralitas karbon juga bisa berarti mencapai keseimbangan antara emisi gas rumah kaca dengan kemampuan alam atau teknologi untuk menyerap gas-gas tersebut. Hal ini penting sebagai upaya mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim. Sebab, CO2 merupakan gas utama penyebab efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Putu Juli Ardika mengatakan bahwa Kemenperin dan Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) Jepang telah menjadi partner strategis dalam kerja sama yang berkelanjutan.
“Sebagai salah satu leader dalam industri otomotif di dunia, Jepang merupakan mitra utama dalam komitmen Indonesia terhadap pengembangan sektor otomotif. Terutama dalam mencapai netralitas karbon,” ungkap Putu pada acara The 5th Automotive Dialogue Indonesia-Japan di Jakarta, Jumat (28/6).
Putu juga menyampaikan komitmen Indonesia dalam penurunan emisi karbon. Indonesia berkomitmen pada multiple pathways approach dalam mengurangi emisi.
Komitmen itu mencakup promosi kendaraan elektrifikasi (xEV) termasuk Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug-In Hybrid Electric Vehicle (PHEV), dan Battery Electric Vehicle (BEV) serta Fuel-Cell, dan pengembangan kendaraan flexible-fuel yang adaptif menggunakaan bahan bakar nabati atau BBN (biofuel) ataupun gas, serta peningkatan efisiensi bahan bakar.
Sementara itu, saat ini Indonesia juga memiliki strategi dan kebijakan pengembangan Electric Vehicle (EV). Strategi tersebut mencakup peta jalan pengembangan EV, ekosistem EV, dan investasi untuk industri EV baru di Indonesia.
Jepang Jalin Kerja Sama dengan Negara ASEAN
Sementara itu, Direktur Jenderal Sekretariat Menteri Kebijakan Perdagangan (Biro Industri Manufaktur), METI Jepang, Tanaka Kazushige menyampaikan bahwa saat ini telah terjalin kerja sama antara Jepang dengan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.
“Kerja sama ini dalam penurunan emisi dan penguatan ekspor otomotif. Kunci dari hal tersebut adalah adanya co-creation,” ujarnya.
BACA JUGA: LIPI Kembangkan Bioetanol dari Limbah Kelapa Sawit
Tanaka juga mengatakan, untuk mencapai penurunan emisi diperlukan multi-pathways, antara lain melalui penerapan bahan bakar bio-fuel.
“Bio-fuel juga menjadi perhatian yang besar bagi Jepang, dan beberapa perusahaan di Jepang juga mempunyai teknologi ini,” terangnya.
Potensi Bioetanol
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar kekuatan besar di Indonesia. Sebab, Indonesia memiliki resource yang cukup melimpah.
Eniya juga menyebutkan bahwa dalam upaya penurunan emisi sektor transportasi, tidak ada single solution untuk mengatasinya. Tetapi perlu multipath-ways termasuk biofuel, bioetanol, bio-aftur dan free-bio-fuel yang lainnya, termasuk hidrogen.
Dalam pengembangan biofuel, Kementerian ESDM telah mengembangankan penelitian terkait bio-aftur. Bio aftur di sektor industri pesawat terbang kini telah berhasil dalam uji coba, 2,4 persen.
“Sekarang sedang dikaji tahun berapa dapat diterapkan. Kemudian, saat ini sedang didiskusikan terkait roadmap-nya dengan Kemenko Marves dan Kemenperin,” ujar Eniya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia