Jakarta (Greeners) – Indonesia menargetkan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektare (ha) hingga tahun 2024. Rehabilitasi ini berperan mencegah dan mereduksi potensi bencana dengan konsep ekonomi hijau atau green economy.
Rehabilitasi ini penting karena mangrove bagian ekosistem alami yang mampu menurunkan abrasi air laut dan membentengi gelombang tsunami. Selain itu mangrove juga punya kekuatan menyerap emisi karbon pemicu perubahan iklim dan semua jenis logam berbahaya sehingga membuat kualitas air menjadi lebih bersih.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan, mangrove berperan menurunkan abrasi laut, meredam gelombang tsunami sehingga bisa mengurangi kerugian dan korban jiwa karena bencana tersebut.
“Mangrove juga berperan besar dalam pengendalian perubahan iklim melalui kemampuannya dalam menyimpan dan menyerap karbon 4-5 kali lebih banyak dari hutan tropis daratan. Semua keunggulan ekosistem mangrove tersebut menjadi pertimbangan penting untuk upaya menjaga kestabilan tata kelola bentang alam dan perbaikan mutu lingkungan,” kata Alue dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (11/10).
Selain itu tambahnya, rehabilitasi mangrove penting untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan kedaulatan politik Indonesia. Sebab wilayah hutan mangrove berada di pesisir-pesisir yang merupakan titik pangkal terluar untuk batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen wilayah Indonesia dengan batas wilayah laut negara lain di sekitarnya.
“Jangan sampai batas negara ini tergerus oleh abrasi akibat tidak adanya ekosistem mangrove,” ucapnya.
Kejar Target Rehabilitasi Mangrove
Oleh sebab itu, hingga tahun 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengejar target rehabilitasi mangrove. Hal ini untuk menjaga kestabilan bentang alam pesisir dan penguatan green economy.
Saat ini Indonesia memiliki total lahan mangrove seluas 4,06 juta ha. Lahan mangrove ini terdiri dari eksisting mangrove seluas sekitar 3,361 juta ha dan potensi mangrove sekitar 700.000 ha.
Eksisting mangrove merupakan kondisi mangrove yang masih memiliki tutupan lahan. Sedangkan potensi mangrove adalah mangrove yang telah berubah menjadi tambak, infrastruktur dan lainnya.
Alue menjelaskan, KLHK melakukan rehabilitasi mangrove dengan pendekatan berbasis landscape. Pendekatan ini tidak hanya fokus pada tanam-menanam mangrove tetapi juga melihat dari fungsi hutan mangrove dari fungsi produksi, hutan lindung dan area penggunaan lain (APL).
“Ada tujuan besar yang sebenarnya kita ingin capai yaitu dalam rangka transformasi ke arah ekonomi hijau atau green economy. Plus nanti juga arahannya dikombinasikan dengan blue carbon,” ungkap Alue.
Rehabilitasi Terhambat Pandemi
Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono Prawiraatmadja menyebut, dari target rehabilitasi mangrove 600.000 ha hingga tahun 2024, percepatan rehabilitasi mangrove sempat terhambat pandemi Covid-19.
Hartono mengungkap, dari target rehabilitasi mangrove seluas 83.000 ha tahun 2021, luasannya terpangkas menjadi 33.000 ha karena pandemi.
“Hampir separuhnya kita tunda pelaksanaannya untuk rehabilitasi kembali tahun depan 2022,” imbuhnya.
Selanjutnya sembilan provinsi prioritas dan 23 provinsi di luar kategori prioritas menjadi kawasan rehabilitasi mangrove. Pendekatan rehabilitasi pada tahun 2021 ini menggunakan konsep pemulihan ekonomi nasional (PEN). Selain perbaikan lingkungan konsep ini juga menandai pertumbuhan ekonomi dari rehabilitasi mangrove.
“Pada saat yang sama kita juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat terdampak pandemi dan juga sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan mangrove yang terdegradasi,” tuturnya.
Hartono menambahkan, percepatan rehabilitasi tahun 2021 akan rampung November mendatang. Kemudian, pemerintah menargetkan rehabilitasi seluas 228.200 ha di tahun 2022. Lalu rehabilitasi mangrove seluas 199.675 ha di tahun 2023 dan 142.625 ha di tahun 2024.
Penulis : Fitri Annisa