Jakarta (Greeners) – Sampah plastik masih menjadi persoalan tidak hanya di kalangan konsumen tapi juga pebisnis. Persoalan ini akhirnya membuat organisasi non-profit PlastikDetox eksis mengkampanyekan pengurangan penggunaan plastik pada para pebisnis.
Berdiri tahun 2012 lalu, PlastikDetox yang berpusat di Bali hingga kini sudah berusia satu dasawarsa. Mereka terus konsisten mengedukasi para pebisnis lokal, mulai dari kafe, toko, hingga restoran.
Public Relation PlastikDetox, Ni Made Dwi Dharmiyanti mengatakan, pendirian PlastikDetox bermula dari keresahan akan plastik kemasan sekali pakai yang mencemari lingkungan. Keresahan tersebut jauh sebelum adanya kebijakan pelarangan penggunaan kantong belanja berbahan plastik yang masing-masing daerah di Indonesia atur.
“Kita tahu sejak tahun 2012 lalu penggunaan plastik sekali pakai hingga styrofoam menjadi salah satu masalah sampah terbesar. Ternyata benar pemerintah melalui peraturan gubernur di beberapa wilayah telah menerbitkan aturan khusus sekitar tahun 2018 hingga 2020an,” katanya dalam Sabtu Pagi Bahas Aksi bersama Greeners, Sabtu (16/7).
PlastikDetox berusaha menggandeng sekaligus mengedukasi para pebisnis untuk mengurangi seperti kantong plastik, styrofoam, hingga sedotan. Mereka berharap pengurangan plastik tak hanya berhenti di tempat restoran, kafe hingga warung, tapi menjadi kebiasaan positif para pengunjung di sana.
Dwi menyebut, ada perbedaan signifikan saat mengedukasi para pelaku bisnis baik sebelum dan sesudah terbitnya pelarangan penggunaan kantong plastik. Para pelaku bisnis saat ini sudah sangat sadar mengurangi penggunaan plastik dibanding sebelum terbitnya aturan gubernur tersebut.
“Ini memudahkan mereka untuk bisa gabung di PlastikDetox juga. Karena kini tanpa edukasipun mereka sudah sadar,” imbuhnya.
Edukasi PlastikDetox Bersifat Fleksibel
Menariknya, edukasi PlastikDetox lakukan bersifat fleksibel, yakni menyesuaikan kemampuan dan kemauan pelaku bisnis. “Kita sadar bahwa mengedukasi itu bukan serta merta langsung menyuruh mereka ganti sedotan yang ramah lingkungan. Tapi kita sesuaikan dengan kemauan dan kemampuan mereka,” paparnya.
Misalnya, dengan memberikan kebebasan pada para pelaku bisnis dalam mencari alternatif pengganti bahan plastik. Mulai dari mengganti sedotan plastik dengan bambu hingga mengganti kantong plastik dengan daun. “Tak ada ketentuan, kami bebaskan saja,” ucapnya.
Fleksibilitas ini, sambung Dwi sangat penting karena tak semua pelaku bisnis mau mengurangi penggunaan plastik. Selama ini belum masih ada saja pelaku bisnis yang takut kehilangan pengunjung karena beralih menggunakan produk ramah lingkungan.
Dwi menyebut pentingnya pendekatan khusus untuk memastikan pengunjung dapat menerima produk ramah lingkungan pengganti bahan plastik. Tak hanya itu, mereka juga mendapatkan pelatihan manajemen hingga training khusus untuk mengedukasi pengunjung.
Secara Tidak Langsung Turut Edukasi Konsumen
Para pelaku bisnis yang akan bergabung dengan PlastikDetox harus konsisten mengedukasi para pengunjung dengan memastikan mengurangi kantong plastik, sedotan, styrofoam serta memiliki stasiun air isi ulang tersendiri.
PlastikDetox dibentuk atas inisiatif empat orang anggota yaitu Marc Antoine Dunais, Anna Sutanto, Natali Gusti dan Ani Yulinda. Saat ini anggota PlastikDetox tak hanya di seputar Bali, tapi juga Jakarta, Bandung hingga daerah lainnya.
Ajakan berkolaborasi dengan PlastikDetox mereka lakukan secara konvensional dan menggunakan media sosial.
Juli 2022 PlastikDetox juga akan menyelenggarakan Festival Dasawarsa Mengawal Asa. Dwi berharap, di usia 10 tahun ini PlastikDetox akan semakin berkembang di seluruh daerah di Indonesia.
Selain itu di festival ini nantinya NGO, pemerintah, masyarakat, serta para pelaku bisnis akan hadir untuk mempertemukan mereka dalam satu wadah guna mengurangi penggunaan plastik.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin