Mainan anak yang tak terpakai berpotensi menjadi sampah yang menumpuk dan berakhir di TPA. Padahal, mainan yang tak terpakai ini mempunyai nilai manfaat lain untuk kita donasikan hingga daur ulang.
Langkah ini tak sekadar mengurangi sampah, tapi meningkatkan kesadaran bagi para orang tua dan anak untuk menanamkan perilaku ramah lingkungan sejak dini.
Atas kesadaran tersebut, Peri Bumi dan Parangpong RAW Lab berkolaborasi dalam launching Peri Pong, solusi terhadap tumpukan mainan anak yang telah rusak, tidak terpakai namun masih layak pakai.
Founder Parongpong RAW Lab Randitya Wahid mengatakan, berdasarkan hasil riset terhadap ibu rumah tangga maka mainan anak merupakan salah satu barang yang menumpuk di rumah.
Mainan berkondisi layak bisa masyarakat donasikan untuk para korban bencana. Sedangkan mainan yang rusak atau tak layak kita daur ulang.
“Mainan punya potensi untuk menjadi sampah residu karena variasi komponen yang dipakai untuk membuat mainan itu banyak sekali,” katanya dalam launching Peri Pong, Sabtu (25/2).
Bahan-bahan ini nantinya akan diolah menjadi material bangunan mainan anak-anak yang kita pasang di ruang publik, seperti ayunan, jungkat-jungkit, hingga palang rintangan.
Randitya menambahkan saat ini life cycle mainan anak belum terstandarisasi. “Sehingga orang tua kesulitan untuk memilah mainan yang baik untuk anaknya, termasuk setelah tidak anak-anak pakai,” ungkapnya.
Tanamkan Prinsip Keberlanjutan Mainan Anak
Melalui inisiasi ini pula, Peri Pong ingin menyadarkan tentang nilai-nilai terkait prinsip keberlanjutan sejak dini.
Harapannya anak-anak bisa belajar untuk mengkurasi mainan. “Tapi yang paling utama adalah mencegah agar tak masuk ke TPA,” imbuhnya.
Pilot project kolaborasi ini dilakukan di dua kota, yakni Jakarta dan Bandung. Adapun programnya dari 21 Februari 2023 hingga 25 Mei 2023.
“Harapannya ini menjadi benchmark, database yang baik untuk kami bisa kolaborasi dengan banyak pihak, lebih banyak kota dengan impact yang besar juga,” tuturnya.
Masyarakat Bisa Berdonasi
Founder Peri Bumi Yasmine Hasni mengungkapkan, target dari gerakan Peri Pong ini untuk mengubah perilaku orang tua dan anak. “Untuk orang tua agar mereka tak terus menerus membelikan mainan hanya karena misalnya agar anak tidak berisik,” kata Randitya.
Kebiasaan menumpuk mainan di rumah harus dikurangi karena sejatinya arti ‘main’ mempunyai nilai tak sekadar sebagai memainkan objek. “Tapi mainan itu mendorong kita untuk saling terkoneksi, seperti antara orang tua dan anak seperti mainan tradisional zaman dulu,” jelasnya.
Perilaku kebiasaan membeli mainan baru tak jauh berbeda dengan kebiasaan orang tua yang suka berbelanja barang baru. Itulah kenapa, Yasmine menekankan pentingnya agar orang tua memberikan contoh pada anaknya.
Dalam program Peri Pong, masyarakat bisa berdonasi mainan baik dalam kondisi layak maupun tak layak. Khusus untuk drop box point di area Jakarta berada di Roots Learning Center, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sementara untuk drop box point area Bandung ada di Wastu Waste, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung.
Penulis: Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin