Jakarta (Greeners) – Hari perempuan internasional menjadi peringatan untuk menyoroti hak-hak perempuan. Dalam perkembangan dunia saat ini peneliti perempuan juga punya kontribusi besar untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan gender.
Plt Sekretaris Utama, Nur Tri Aries Suestiningtyas mengatakan, Hari Perempuan Internasional bertujuan untuk merayakan pencapaian sosial, ekonomi, budaya dan politik perempuan. International Women’s Day yang diperingati setiap 8 Maret.
“Hari Perempuan Internasional kini telah menjadi monumen dalam merayakan seberapa jauh perempuan mempunyai peranan besar dalam masyarakat. Bahkan peran yang lebih esensial untuk kemajuan global, salah satunya dalam bidang sains dan teknologi,” kata Nur baru-baru ini.
Menurutnya, Ilmu pengetahuan dan gender saat ini penting dalam membangun peradaban. Ilmu pengetahuan menjadi fondasi inovasi kemajuan suatu bangsa. Sementara perempuan menyokong ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, keduanya saling berikatan.
Partisipasi Perempuan Dalam Ilmu Pengetahuan Masih Minim
UNESCO merilis data bahwa partisipasi perempuan dalam bidang ilmu pengetahuan masih minim. Kurang dari total 30 % periset di seluruh dunia. “Oleh karena itu, melalui peringatan hari perempuan maupun kesempatan riset lainnya, PBB menaruh harapan sekaligus pesan bagi dunia bahwa perempuan perlu meningkatkan perannya dalam kemajuan sains dan inovasi,” lanjutnya
Peneliti Bidang Teknologi Lingkungan Dr. rer.nat. Ir. Neni Sintawardani menyebut, para peneliti perempuan di Indonesia berjumlah sangat terbatas. Keadaan semakin memburuk bila para peneliti perempuan Indonesia terperangkap dalam sikap yang kurang mau terbuka.
“Kita harus memperbaiki konsep kita mengenai dunia penelitian. Kita harus bisa sharing ide, knowledge tanpa ketakutan idenya akan diambil oleh orang lain,” katanya dalam webinar Talk to Science (TTS) International Women’s Day, baru-baru ini.
Lebih jauh ia menyebut, budaya peneliti tersebut sudah seharusnya berubah. Sikap keterbukaan sudah seharusnya terbangun secara kolektif sehingga sesama peneliti perempuan tak saling menjatuhkan. Terlebih, sambung dia pada bidang engineering yang ia geluti.
Peneliti Perempuan Harus Ikut Memperbaiki Iklim Riset
Neni khawatir, sikap tertutup dari peneliti perempuan di Indonesia justru menghadirkan persaingan yang tak sehat sehingga tak memperbaiki iklim riset di Indonesia. Keterbatasan sumber daya, infrastruktur menjadi masalah keseharian periset di Indonesia. Hanya dengan sikap saling berbagi dan terbukalah semua masalah bisa terasa ringan.
Ia menggarisbawahi upaya peningkatan produktivitas perempuan sebagai peneliti tak lantas menjadikannya harus bersaing dengan laki-laki. Akan tetapi, hal yang paling penting yakni memastikan kontribusi apa yang bisa peneliti lakukan sebagai perempuan untuk lingkungan sekitar.
“Apa yang bisa kita buat untuk meringankan, untuk lingkungan dan bangsa kita. Itu yang kita kembangkan bersama,” imbuhnya.
Dr. rer.nat. Ir. Neni Sintawardani pernah memenangkan penghargaan The Underwriters Laboratories-ASEAN-U.S. Science Prize for Women 2021. Penghargaan ini ia peroleh karena penelitiannya dalam peningkatan sistem sanitasi masyarakat untuk mendukung ketersediaan air bersih, menggunakan biogas dari air limbah olahan.
Dalam kesempatan itu, hadir pula peneliti bidang teknologi proses elektrokimia, Prof. Dr. Eng Eniya Listiani Dewi, B.Eng., M.Eng. Ia merupakan alumnus S1-S3 dari Waseda University di Jepang. Eniya pernah berhasil meraih penghargaan UNESCO-L’oreal dan menerima Habibie Award termuda sepanjang sejarah.
Penghargaan Habibie Award ini ia dapat karena keberhasilannya menemukan katalis baru untuk sel bahan bakar. Eniya pun mendorong peran peneliti perempuan dan perempuan pada umumnya untuk menciptakan bangsa yang berjaya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin