Jakarta (Greeners) – Peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Destario Metusala, berhasil mengidentifikasi spesies baru anggrek kuku macan dari utara Pulau Sulawesi. Setelah melalui rangkaian observasi yang panjang, pada Mei 2024, Destario mempublikasikan anggrek tersebut di jurnal Edinburgh Journal of Botany sebagai spesies baru endemik Sulawesi dengan nama Aerides obyrneana.
Anggrek dari genus Aerides dikenal oleh para hobiis dengan nama lokal anggrek kuku macan. Nama ini terinspirasi dari bentuk konus meliuk dan berujung runcing pada bagian dagu bunga genus ini, yang menyerupai kuku macan.
Destario menjelaskan bahwa sebelum spesies baru ini ditemukan, sudah terdapat lima spesies Aerides yang tercatat dari Indonesia. Di antaranya adalah Aerides odorata yang tersebar luas di Sumatera, Jawa, Kalimantan, kepulauan Nusa Tenggara, hingga Sulawesi. Selain itu, ada spesies Aerides endemik, A. timorana, yang tercatat di kawasan kepulauan Nusa Tenggara.
Sedangkan tiga spesies endemik lainnya tercatat berasal dari Sulawesi, yaitu A. huttonii, A. inflexa, dan A. thibautiana. Sejauh ini belum ada catatan ilmiah keberadaan anggrek Aerides dari habitat alami di kawasan Maluku dan Papua.
“Spesies baru ini memiliki sosok bunga atraktif dengan kombinasi warna yang langka di genusnya, yaitu sepal dan petalnya berwarna putih keunguan dengan bibir bunga berwarna kuning cerah kehijauan,” ujar Destario lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (17/8).
Destario mengungkapkan, ‘Epithet obyrneana‘ pada spesies baru ini diambil dari nama mendiang Peter O’Byrne. Peter merupakan pemerhati anggrek dan penulis berbagai referensi taksonomi anggrek di kawasan Asia Tenggara, khususnya Sulawesi.
“Ia juga sosok yang pertama kali mengajarkan taksonomi anggrek secara mendalam kepada saya,” lanjutnya.
Habitat dan Morfologi Anggrek Kuku Macan
Destario menjelaskan bahwa anggrek kuku macan ini hidup di habitat alaminya sebagai epifit. Anggrek tersebut tumbuh menempel di permukaan batang pepohonan tanpa merugikan pohon inangnya. Ukurannya terbilang kecil, dengan batang berdaun yang hanya mencapai tinggi sekitar 10-16 cm.
Daunnya berseling memanjang seperti pita dengan bentang sepanjang 4-13 cm. Memiliki beberapa akar lekat yang panjangnya mencapai 60 cm, berfungsi untuk menyerap kelembapan dari udara maupun dari kulit pepohonan, serta menyimpan cadangan air.
Saat mekar sempurna, bunganya berukuran lebar sekitar 2,4-2,6 cm. Sepal dan petal bunganya kaku dan berlilin, bibir bunganya bercuping tiga dengan cuping tengah berbentuk melebar seperti kipas (flabellate) yang terbelah membentuk empat ruang (lobules) dengan tepi bergerigi.
“Anggrek ini juga memiliki dagu bunga (spur) yang melengkung dan biasanya berisi cairan nektar bagi serangga penyerbuk,” jelasnya.
Habitat tempat hidup anggrek Aerides obyrneana berupa tepian hutan semi-terbuka dengan sirkulasi udara yang lancar dan berintensitas cahaya sekitar 50-70 %. Dengan memperhatikan morfologi daunnya yang sempit memanjang, anggrek ini memiliki jaringan daun yang cukup tebal, serta permukaan atas yang berkutikula.
Kendati demikian, anggrek kuku macan tampaknya adaptif pada lingkungan dengan kelembapan rendah, serta suhu dan intensitas cahaya yang tinggi. Karakter morfologi tersebut biasanya sangat menguntungkan untuk bertahan pada kondisi kekeringan berkepanjangan, melalui penurunan laju penguapan serta mempertahankan kandungan air dalam jaringan.
Berdasarkan karakter bunganya, spesies baru anggrek dari Sulawesi ini mirip dengan Aerides upcmae yang endemik Filipina dan A. houlletiana dari kawasan Indochina. Namun, memiliki perbedaan mencolok pada cuping tengah bibir bunganya yang berbentuk kipas melebar serta terbelah menjadi empat ruang, kalus memanjang pada permukaan cuping tengah, serta perbedaan ornamen kalus di bagian dalam dagu bunganya.
Spesies Aerides obyrneana Kritis
Saat ini anggrek Aerides obyrneana dianggap sebagai spesies endemik Sulawesi dengan jangkauan sebaran alami yang terbatas. Akhirnya, anggrek Aerides obyrneana pun diusulkan sebagai spesies kritis menurut IUCN Redlist.
Selain ancaman konservasi habitat alami, potensi ancaman lain datang dari pengambilan tak terkendali di alam untuk memenuhi permintaan perdagangan komersial. Biasanya, kemunculan spesies baru anggrek akan mendorong permintaan tinggi dari para hobiis untuk mendapatkannya.
Terlebih lagi, Aerides obyrneana memiliki bunga dengan bentuk bibir bunga dan kombinasi warna unik yang sangat atraktif. Dengan demikian, banyak yang menganggap Aerides obyrneana sebagai salah satu spesies anggrek Aerides paling indah di Indonesia.
“Oleh karena itu, penting adanya kerja sama berbagai pihak. Termasuk komunitas hobiis, untuk melakukan upaya pelestarian berkelanjutan agar anggrek ini tidak punah,” pungkas Destario.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia