Jakarta (Greeners) – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan pemuliaan tanaman kayu putih di Kampung Rimba Jaya, Kabupaten Biak Numfor, Papua. Hal itu guna meningkatkan produktivitas minyak kayu putih yang kini permintaannya semakin tinggi.
Minyak kayu putih adalah minyak esensial yang diperoleh dari penyulingan daun pohon kayu putih (Melaleuca cajuputi subsp. Cajuputi). Saat ini, minyak kayu putih sudah menjadi salah satu obat herbal yang wajib ada di rumah. Sehingga, permintaan minyak kayu putih pun meningkat.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Botani Terapan BRIN, Anto Rimbawanto mengatakan permintaan produksi minyak kayu putih yang begitu banyak, tidak sebanding dengan produktivitas kebun kayu putih yang ada di Kepulauan Maluku. Misalnya, di Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Ambon, dan di Pulau Jawa.
“Rendahnya produktivitas kayu putih ini penyebabnya karena rendahnya mutu genetik benih,” ucap Anto lewat keterangan tertulisnya, Kamis (11/7).
BACA JUGA: Peneliti Sebut Alga Bisa Menjadi Sumber Energi Terbarukan
Anto bersama timnya telah melakukan beberapa langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Mereka meneliti pemuliaan tanaman kayu putih dengan sifat rendemen minyak dan kadar 1,8 cineole. Setelah para peneliti mendapatkan benih unggul, mereka akan melakukan hilirisasi benih unggul tersebut.
“Riset pemuliaan benih kayu putih telah peneliti mulai pada tahun 1995 dan menghasilkan benih unggul di tahun 2000. Telah dilakukan juga pelepasan benih unggul kayu putih melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.372/MENHUT-VIII/2004,” tutur Anto.
Anto mengatakan, hilirisasi benih unggul juga sudah dilakukan mulai dari tingkat perorangan, kelompok tani, dan industri. Salah satu proyek percontohan hilirisasi ini adalah berada di Kampung Rimbajaya Biak bersama Kelompok Tani Hutan Kofarwis.
Produksi Kayu Putih hingga 1.000 Liter
Kelompok Tani Hutan di Kampung Rimbajaya Biak merupakan binaan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KHPL) Biak Numfor. Kelompok tersebut merupakan salah satu KPHL model dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Anto memaparkan proses pengembangan kayu putih tersebut. Pertama, proses ini berawal dengan pembuatan persemaian bibit di halaman kantor KPHL Biak Numfor.
“Setelah bibit disemai dan siap untuk ditanam, kemudian dipindahkan ke lahan milik kelompok tani Kofarwis. Butuh waktu sekitar 8 bulan untuk proses tanam hingga siap panen,” lanjut Anto.
Selanjutnya, daun kayu putih yang sudah pengolah panen, akan mereka suling menggunakan alat suling milik Kelompok Tani Kofarwis untuk mendapatkan minyak kayu putih.
BACA JUGA: Plasma Nano Bubble, Teknologi yang Mampu Pulihkan Kualitas Air
Dalam sekali proses penyulingan membutuhkan daun kayu putih sebanyak 120 kg dengan waktu penyulingan sekitar 3-4 jam untuk menghasilkan 1,2 liter minyak kayu putih.
Anto menyebut, minyak kayu putih dari Rimba Jaya memiliki bau minyak yang kuat dan memberikan efek yang lebih baik terhadap tubuh. Sebab, kayu putih tersebut merupakan hasil dari kebun kayu putih unggul dengan sifat kadar 1,8 cineole >65%.
“Hasil minyak dari proses penyulingan ini juga lebih banyak. Sebab, rendemennya 1,2%. Artinya, kalau memasak 100 kg bisa dapat minimal 1.2 liter minyak. Sedangkan penyulingan di Pulau Buru dan Pulau Seram hanya dapat 800cc untuk berat daun yang sama,” lanjut Anto.
Sejak tahun 2018, Kelompok Tani Kofarwis berhasil memproduksi minyak kayu putih sebanyak 1.000 liter dari 5 hektare luas lahan tanam kayu putih.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia