Founder Pendulum, Yulia Safitri, memanggil kembali memorinya beberapa tahun lalu. Saat itu, dia tengah berkuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Yulia begitu tertarik ketika dalam sebuah mata kuliah, dosennya menjelaskan tentang gelombang laut sebagai salah satu sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). Dia pun lanjut menggeluti gelombang laut untuk skripsnya. Untuk tugas akhirnya itu, Yulia sengaja mengumpulkan dana Rp 2.000.000 untuk ciptakan prototipe EBT yang memanfaatkan gelombang laut.
Setelah lulus, Yulia mengajak teman-temannya untuk mencoba mengembangkan prototipe tugas akhir miliknya lebih jauh. Saat itu, keinginan Yulia hanya satu. Dia ingin menguji alat yang dia gunakan dengan ukuran dan kondisi yang nyata. Namun, saat dia baru lulus, sekitar tahun 2016, belum banyak pihak yang mendukung ide EBT. Terutama dari segi pendanaan dan pembuatan alat.
“Setelah lulus alat ini dicoba agar bisa dengan ukuran yang real. Dulu, prototipe untuk tugas akhir modalnya Rp 2.000.000. Tapi, setelah lulus hanya ikut lomba karya ilmiah dan karya tulis. Sulit mencari dananya dari mana yang bisa bikin skala real-nya,” ujar Yulia dalam webinar Financing Sustaainabe Energy Start-Up to Promote Climate Justice, Rabu (11/11/2020).
Bertemu Nexus New Energy, Pendulum Mulai Mengembangkan Diri
Singkat cerita, tutur Yulia, pada tahun 2019 Pendulum bertemu New Energy Nexus Indonesia (Nexus) sebagai pihak yang mendukung start-up, perusahaan rintisan, di bidang EBT. Saat awal bertemu, pihak Yulia masih memikirkan perihal pendanaan pembuatan alat. Ternyata, ketika bergabung dalam bantuan kloter pertama Nexus, bukan hanya dana dan alat yang mereka dapatkan. Nexus juga membekali Yulia dan timnya dengan pengetahuan akan ekosistem start-up di tanah air.
“Makin lama ikut, selama enam bulan mulai terbentuk kesadaran atau ekosistemnya. Bisa dapat networking ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), dan jaringan lain untuk pengembangan produk dan start up,” jelasnya.
Yulia menceritakan berdirinya Pendulum sebagai perusahaan EBT tidak berawal dari pemasalahan. Justru, awal mulanya adalah dari pengembangan alat. Adapun alat yang dibuat yaitu ocean wave energy conventer atau pembangkit energi yang berasal dari tenaga gelombang laut. Pendulum Wave Energy Converter bentuknya mirip perahu kecil. Untuk pembangkit energi terdapat bagian bandul, generator, dan pontoon.
“Ketika gelombang laut masuk, generator pontoonnya akana bergerak dan menggerakan bandul yang akan mentransmisikan energi untuk mengalirkan listrik. Alat ini modelnya berubah-ubah sesuai permasalahan yang ada dan siapa yang mau kita bantu,” ucapnya.
Nelayan Clincing Mulai Manfaatkan EBT dari Pendulum
Yulia menyebut salah satu pihak yang sudah terbantu dengan Pendulum Wave Energy Converter adalah Pak Haji Sake, nelayan di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Pak Sake merupakan nelayan yang menangkap ikan dengan bagang. Bagang sendiri berbentuk seperti pondokan yang tersusun dari bambu yang tertancap ke dasar laut. Di dalam bagang, terdapat generator yang menghasilakan listrik untuk menyalakan lampu. Lampu inilah yang akan menuntun ikan masuk ke jaring penangkap ikan.
Untuk memastikan lampu ini tetap nyala, tidak jarang Pak Sake bolak-balik dari daratan ke tengah laut untuk mengganti gas. Di sinilah peran Pendulum Wave Energy Converter. Alat yang berasal dari prototipe seharga Rp 2.000.000 ini mampu membuat pekerjaan Pak Sake lebih efektif dan efisien. Dengan alat dari Pendulum, Pak Sake tidak perlu lagi menghabiskan waktu ke darat untuk mengisi gas. Berkat penghasil energi gelombang ombak ini, Pak Sake mampu memangkas biaya operasional yang tertinggi, yakni untuk gas, sebesar Rp 40.000 per hari.
“Kebanyakan nelayan pakai solar, gas. Kita ajak beralih supaya nelayan khususnya nelayan bagang bisa mandiri untuk mencari bahan bakar. Mereka bisa mendapat bahan bakar dari sekeliling yaitu gelombang laut. Berbeda dengan matahari dan angin, kalau gelombang selalu ada besar dan kecil. Tantangannya membuat prototipe ini tidak mudah,” terangnya.
Baca juga: Belajar Gaya Hidup Slow Living dari Kabin Kebun
New Energy Nexus Bergerilya Mencari Potensi Start-Up EBT dalam Negeri
Pada kesempatan yang sama, Program Manager New Energy Nexus, Aditya Mulya, menyebut Pendulum hanya satu dari sekian banyak start-up EBT dalam negeri yang berpotensi. Pihaknya sejak tahun 2018 sudah mulai bergiriliya mencari start-up potensial lain di setiap kota. Pasalnya, banyak start-up EBT perlu pendampingan untuk bisa tumbuh lebih besar lagi.
Aditya menyebut Nexus memiliki program untuk akselerasi dan inkubasi start-up. Bahkan pihaknya juga siap memberi bantuan pendanaan bagi start-up yang prototipe nya sudah siap. Pengembangan start-up EBT, lanjut Aditya, tidak melulu soal alat. Menurutnya, proses pemasaran dan keuangan start-up harus terukur dan sehat. Nexus juga melakukan program pengembangan agar start-up tersebut bisa lebih mapan ke depannya.
“Kita mencoba merapikan keuangan mereka. Kita tidak bisa pakai konsep start-up digital, kita coba rapikan agar lebih realistis untuk proyek dan model keuangan mereka.
Penulis: Muhammad Ma’rup
Editor: Ixora Devi