Jakarta (Greeners) – Angka populasi gajah dari tahun ke tahun semakin menurun. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) tahun 2021, populasi gajah di Indonesia tersisa 924-1.359 individu. Kondisi ini mengancam kepunahan gajah.
Perwakilan Yayasan Auriga Nusantara Riszki Ishardianto mengungkapkan, populasi gajah kurun waktu 2007-2017 mengalami penurunan hingga 762 individu. Dalam kurun waktu tersebut, terdapat 70-76 kasus kematian gajah setiap tahunnya.
“Dari tahun 2007 sampai 2017, selama 10 tahun tersebut (populasi gajah) mengalami penurunan 706 sampai 762 individu. Dengan kata lain terdapat 70 sampai 76 kematian (gajah) dalam satu tahunnya, atau 6 individu per bulannya,” kata Riszki dalam webinar virtual Ngopini Hutan #2: KinerjaKonservasi Gajah, di Jakarta, baru-baru ini.
Ia menambahkan, masih berdasarkan data yang sama, pada tahun 2017-2021 populasi gajah juga mengalami penurunan sebanyak 679 sampai 770 individu. Dengan kata lain, ada sebanyak 14 hingga 16 individu gajah mati perbulannya.
Adapun lokasi kantong gajah sebagian besar berada di luar kawasan konservasi. Pada tahun 2007, luas kantong gajah sekitar 3,8 juta hektare (ha). Kemudian mengalami peningkatan hingga pada tahun 2020, luas kantong gajah menjadi seluas 4,6 juta ha.
Ancaman Kepunahan Mengintai
Dosen Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu Gunggung Senoaji menambahkan, terdapat sejumlah ancaman kepunahan gajah khususnya di Bentang Seblat. Salah satunya terjadinya konflik tenurial perkebunan antara kawasan hutan dengan masyarakat maupun kawasan hutan dengan perusahaan. Dampaknya habitat gajah akan terganggu.
“Saat ini ada rencana kegiatan pertambangan batubara. Jadi dalam dua minggu ini, tambang batu bara yang ada di Seblat sudah mengumumkan akan penyusunan AMDAL. Dalam waktu setahun atau dua tahun, jika tidak ada tekanan dari kami, itu akan berjalan. Adanya pembukaan tambang jelas akan merusak habitat gajah. Karena lokasi tambangnya tepat berada di lokasi habitat gajah yang ada,” jelas Gunggung.
Gunggung juga mengatakan, pihaknya telah melakukan patroli secara rutin. Namun pada Mei 2021 lalu, telah ditemukan satu bangkai gajah di tengah kawasan perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang berada di daerah Bengkulu.
“Pada bulan Mei kemarin kita menemukan satu bangkai gajah. Kita sudah melapor kepada Polres setempat kemudian Tim Polres juga sudah datang, BKSDA juga sudah hadir di situ. Katanya, sekarang masih tahap penyelidikan. Tidak tahu nasibnya, yang jelas satu gajah mati di wilayah area salah satu perusahaan HPH yang ada di sana,”ungkapnya.
Aksi Nyata Untuk Menekan Laju Kepunahan Gajah
Wakil Ketua Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa Yohanes Wisnu Sukmantoro mengungkapkan, untuk mencegah meningkatnya laju kepunahan gajah butuh sejumlah aksi nyata.
Aksi yang tersebut di antaranya melakukan survei monitoring secara intensif salah satunya dengan patroli SMART. Kemudian penurunan ancaman secara langsung dengan anti perburuan dan perdagangan organ tubuh gajah, pengelolaan gajah secara ex-situ, tata ruang dan regulasi serta penyadaran dan edukasi masyarakat.
“Contohnya dengan kegiatan patroli SMART yang secara kontinu. Kalau kita bisa melakukan secara kontinu melakukan patroli, misalnya atau monitoring gajah. Ini bisa menjadi salah satu cara untuk menekan laju kepunahan atau kematian tersebut,” kata Wisnu.
Kemudian lanjutnya, kegiatan-kegiatan yang sifatnya mitigasi konflik secara langsung terutama respon konflik gajah dan manusia di situ dan mengurangi kegiatan perburuan. Ketiga hal itu menjadi prioritas untuk dilakukan.
Penulis : Fitri Annisa