Seperangkat alat pengeras suara berbentuk kotak hitam diangkut beberapa pemuda menyusuri gang sempit belakang Masjid Al-Islam Tamansari Bandung. Kotak-kotak hitam itu dibawa ke Kampung Aliansi sebuah ruang alternatif kota yang didirikan di atas reruntuhan penggusuran rumah warga atas rencana pembangunan rumah deret oleh pemkot Bandung.
Lahan Kampung Aliansi kini berada dalam status quo oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Status tersebut ditetapkan merujuk pada konflik kepemilikan lahan antara warga RW 11 Tamansari dan Pemkot Bandung. Hingga kini warga terus berusaha mendapatkan hak atas tanah yang telah lama mereka tinggali.
Kotak-kotak hitam tersebut lantas diturunkan dan segera disiapkan sebagai pengeras suara gelaran Festival Kampung Kota 2. Anto dan Jay serius memantau persiapan, malam itu akan ada pertunjukan teater dan musik. Mereka berdua merupakan bagian dari Aliansi Rakyat Anti Penggusuran yang terdiri dari lintas komunitas, kolektif dan juga mahasiswa kota Bandung. Aliansi tersebut merupakan pengisi ruang alternatif Bandung yang sebelumnya hampa karena penggusuran.
Medium penggalangan solidaritas
Festival Kampung Kota (FKK) tahun ini merupakan edisi kedua dalam tiga tahun terakhir. Jay menjelaskan FKK bukan hanya sekedar selebrasi namun juga merupakan medium penggalangan solidaritas berbagai kalangan terkait isu penggusuran. FKK didesain dengan pendekatan kebudayaan untuk meliterasi berbagai kalangan tentang isu penggusuran dan perampasan lahan.
“Ketika Festival Kampung Kota Pertama di Dago Elos lahir dari urun rembuk warga dan lewat festival mereka ingin menyuarakan bahwa mereka juga tengah berjuang. Mungkin keberhasilan terbesar FKK ini adalah bisa mengundang banyak kawan-kawan juga untuk tahu bahwa isu tentang penggusuran dan perampasan lahan di kampung kota itu telah masif di Bandung,” ungkap Jay.
Penggusuran merupakan isu hangat di Kota Bandung dan Tamansari bukanlah contoh kasus tunggal. Anto menjelaskan terdapat tiga titik penggusuran Bandung yang terus didampingi oleh Aliansi yaitu Tamansari, Dago Elos dan Kebon Jeruk. Anto, Jay, dan teman-temannya yakin bahwa masyarakat harus terus diedukasi tentang ancaman penggusuran.
Beragam praktik kebudayaan disajikan pada FKK untuk menggalang solidaritas. Mulai dari apresiasi sastra, pemutaram film, pameran foto, pertunjukan musik dan teater, hingga berbagai kajian disajikan. Ketimbang FKK pertama, tahun ini FKK memiliki durasi sebulan termasuk berbagai pra-acara. Hal itu dimaksudkan untuk membuka akses berbagai kalangan atas praktik kebudayaan di ruang alternatif dan penggalangan solidaritas.
Jemia merupakan salah pengunjung gelaran FKK malam itu. Momen tersebut merupakan pertama kali baginya datang ke Kampung Aliansi. Ia mendapatkan informasi gelaran FKK dari unggahan panitia di media sosial Instagram. Ia mengaku tertarik dengan pendekatan praktik budaya sebagai medium penjelas isu penggusuran di Bandung.
“ Sebenarnya aku gak terlalu ngikutin isu penggusuran sih. Tapi dulu saat isu Tamansari ini muncul aku sempat ngikutin cuma gak ngikutin kelanjutannya. Hal itu sih yang bikin aku mau datang kesini. Selain itu juga ada acara musik juga, jadi bisa dibilang pendekatan yang mereka gunakan ini bisa merangkul anak muda kayak aku,” jelas Jemia.
Mengisi ruang reruntuhan
Kampung Aliansi merupakan alternatif atas krisis ruang di Kota Bandung. Anto menjelaskan sejatinya banyak ruang kreasi yang tersedia di Bandung namun sedikit kalangan yang dapat mengaksesnya. Di luar gelaran FKK, berbagai kalangan juga memanfaatkan reruntuhan rumah Tamansari untuk berbagai kegiatan. Lahan yang menyandang status quo itu hidup dengan berbagai kegiatan seperti acara musik, nonton bareng sepakbola atau diskusi.
“Di luar FKK sendiri kita sering ngadain acara di sini, nah itu tujuannya buat ngundang semua orang yang mau mengadakan acara entah itu acara musik dan segala macam lainnya dan tanpa biaya, soal perijinan juga tinggal ngomong ke warga, ngomong ke kawan-kawan udah bisa ngadain acara di sini,” ungkap Anto.
FKK merupakan bagian kecil dalam konteks mengisi ruang reruntuhan. Banyak kalangan yang silih berganti mengisi Kampung Aliansi. Segmentasi usia mereka pun beragam mulai dari anak usia TK sampai usia mahasiswa memanfaatkan ruang reruntuhan itu. Salah satunya kelompok teater Rumah Bintang. Malam itu mereka memainkan drama tentang penggusuran lahan disertai tindakan represif pada warga sebagai persembahan pada pengunjung FKK 2.
Usai pertunjukan Rumah Bintang usai, malam itu berlanjut dengan pertunjukan musik. Pembaca acara berbicara dengan perangkat pengeras suara yang telah disiapkan sebelumnya. Beberapa kali ia menyelipkan pesan perjuangan untuk meneguhkan solidaritas perjuangan melawan penggusuran. Alunan musik mulai menghentak membuat lupa pengunjung akan bisingnya jalanan Bandung. Reruntuhan Tamansari nampak hidup malam itu dengan senda gurau pengunjung FKK 2.
Anto dan Jay tahu betul perjuangan atas penggusuran belumlah usai. Status quo yang saat ini disandang oleh Kampung Aliansi tetap menjadi perhatian pendampingan mereka dan rekan-rekan lain di Aliansi Rakyat Anti Penggusuran. Praktik Kebudayaan sebagai pikat solidaritas pun masih gencar dilakukan. Malam itu contohnya, FKK 2 merupakan perayaan atas solidaritas di tengah reruntuhan Tamansari.
Penulis : Mohammad Fariansyah