Jakarta (Greeners) – Penggiat lingkungan cilik asal Gresik, Aeshnina Azzahra kembali mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam suratnya ia mengkritisi penanganan sampah plastik di Indonesia. Menurutnya, sampah plastik dan sampah kemasan di Indonesia telah mencemari hutan, pegunungan, perairan, hingga mengancam kesehatan manusia.
Sebagai siswi yang masih duduk di bangku sekolah, Nina melihat begitu banyak kemasan plastik yang pedagang gunakan di area sekolah. Karena itu kali ini, dalam suratnya Nina menyampaikan beberapa usulan kepada pemerintah terkait penanganan sampah di Indonesia.
Usulan pertama yakni mempertegas peraturan bebas plastik di area sekolah. Seperti menciptakan gerakan sekolah bebas plastik dan kantin sehat yang menerapkan prinsip 5R (refuse, reduce, reuse, repurpose, recycle).
Setiap sekolah harus menegakkan larangan plastik sekali pakai dan mewajibkan semua warga sekolah untuk memilah sampah. Lalu menyediakan sarana tempat pengumpulan sampah terpilah dan melibatkan siswa untuk mengelola sampah organik menjadi kompos dan ekoenzim di lingkungan sekolah.
Usulan kedua adalah membentuk tim satgas untuk menegakkan aturan dan sanksi di setiap desa guna menghentikan pembakaran sampah di kawasan permukiman. Serta menghentikan kebiasaan masyarakat membuang sampah ke perairan dan sembarang tempat.
Usulan terakhir yakni meluncurkan gerakan nasional kurangi produksi plastik dan menegakkan aturan wajib pilah sampah dari sumbernya. Menyediakan sarana pengolahan sampah terpilah secara menyeluruh agar masyarakat tidak menangani sampah dengan cara yang salah seperti dibakar atau dibuang ke sungai dan laut.
Sampah Kemasan Plastik Cemari Lingkungan
Surat tersebut Nina sampaikan guna merespon keluhan Presiden Joko Widodo terhadap permasalahan sampah yang tak kunjung tertangani pada acara Rapat Kerja Nasional Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup beberapa waktu lalu. Nina menyebut, hal itu sesuai dengan fakta dan kondisi yang sebenarnya.
Produsen terus mengeluarkan produk dengan kemasan plastik sekali pakai dan membuat produksi sampah akan terus bertambah. Kondisi ini dapat membebani penanganan sampah kepada pemerintah serta mewariskan pencemaran kepada generasi yang akan datang.
“Sebagai generasi muda penerus bangsa, saya tidak mau lingkungan dan tempat tinggal kami di masa depan tercemar. Terutama dengan sampah plastik yang tidak bisa terurai dan dibanjiri mikroplastik,” katanya dalam keterangan Ecoton, baru-baru ini.
Berdasarkan pantauannya pada beberapa sungai dan pantai, sampah kemasan sachet, popok, styrofoam, sedotan, dan botol plastik banyak mendominasi perairan. Karena itu, produsen seharusnya mengurangi produksi sampah plastik sesuai dengan amanat pasal 15 Undang-Undang 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
“Perusahaan harus berhenti menjual produk dalam kemasan sachet multilayer dan styrofoam yang tidak dapat didaur ulang dan mengganti dengan penjualan kemasan pakai ulang,” paparnya.
Bukan kali pertama, pada Februari 2022 lalu Nina juga mengirimkan surat kepada Joko Widodo untuk menghentikan sampah plastik impor. Namun surat tersebut belum mendapat jawaban dari Presiden Joko Widodo hingga saat ini.
Penulis: Zahra Shafira
Editor : Ari Rikin